Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street ditutup menguat tipis pada perdagangan saham Selasa waktu setempat. Pelaku pasar mempertimbangkan suku bunga lebih tinggi, kemungkinan stimulus dan kekacauan politik sehingga mempengaruhi bursa saham AS.
Pada penutupan perdagangan Selasa, 12 Januari 2021, indeks saham Dow Jones naik 60 poin atau 0,2 persen ke posisi 31.068,69. Indeks saham Nasdaq menguat 0,3 persen ke posisi 13.072. Indeks saham S&P 500 naik terbatas menjadi 3.801,19.
Sejumlah saham yang mengangkat wall street antara lain saham Goldman Sachs naik 2,9 persen, dan mendorong indeks Dow Jones lebih tinggi.
Baca Juga
Advertisement
Saham JPMorgan Chase dan Bank of America masing-masing naik 1,6 persen dan 1,8 persen. Saham Charles Schwab naik 1,6 persen dan mencapai level tertinggi sepanjang masa.
Sementara itu, imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun sempat diperdagangkan 1,18 persen, yang merupakan level tertinggi sejak Maret, dan akhirnya turun ke 1,13 persen.Imbal hasil obligasi 30 tahun naik menjadi 1,88 persen, dan mencapai level tertinggi sejak Maret 2020.
"Ada perubahan jangka pendek di pasar. Pasar telah bergerak karena riak di Partai Demokrat dicermati dalam jangka pendek. Fokus pasar sekarang beralih ke pertumbuhan dan inflasi, serta mungkin kombinasi keduanya,” ujar Kepala AmeriVet Securities, Gregory Faranello, seperti dilansir dari CNBC, Selasa (13/1/2021).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Valuasi Perusahaan Teknologi
Tingkat bunga telah meningkat sejak Partai Demokrat mengamankan posisi mayoritas di DPR dan Senat, serta membuka pintu untuk stimulus fiskal tambahan. Pada pekan lalu, Presiden Terpilih AS Joe Biden menjanjikan peluncuran stimulus ekonomi yang kabarnya akan mencapai triliunan dolar AS.
Akan tetapi, tingkat bunga lebih tinggi dapat membuat lebih mahal bagi perusahaan teknologi yang telah menjadi pemimpin pasar selama pandemi COVID-19. Perusahaan teknologi mengembangkan bisnis mereka melalui tambahan penerbitan utang.
Saham Facebook turun 2,2 persen, Alphabet melemah 1,1 persen, Microsoft dan Apple masing-masing turun lebih dari satu persen.
“Ketika Anda berpikir tentang bekerja secara bertahap dalam 10 tahun lebih tinggi setelah menghabiskan sebagian besar tahun lalu di bawah 1 persen ini menimbulkan pertanyaan tentang valuasi, terutama yang berkaitan dengan teknologi,” ujar Chief Market Strategist National Securities, Art Hogan.
Adapun price earning ratio (PER) S&P 500 berada di 22,7, dan mendekati level tertinggi sejak 2000. CEO DoubleLine Capital Jeffrey Gundlach menunjukkan kalau valuasi saham relatif tinggi, dan hanya didukung oleh langkah stimulus dari the Federal Reserve.
“Kami khawatir bahwa kelipatan valuasi yang diperpanjang bisa menjadi melebar. Di sisi lain, kami lega melihat pendapatan perusahaan terus pulih seiring resesi ekonomi AS setelah lockdown selama dua bulan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada Maret dan April 2020,” tulis CIO Yardeni Research, Ed Yardeni.
Advertisement
Wall Street pada Pekan Lalu
Pada pekan lalu, wall street menguat ke level tertinggi sepanjang masa karena Wall Street mengabaikan kerusuhan di Capitol AS yang menyebabkan Partai Demokrat di DPR memperkenalkan artikel pemakzulan terhadap Presiden AS Donald Trump karena menghasut serangan itu.
Sejak itu, beberapa perusahaan media sosial telah menangguhkan dan melarang Trump dari platform mereka. Sentimen itu telah menekan sejumlah saham perusahaan media sosial. Saham Twitter melemah 2,4 persen pada Selasa, dan sepanjang pekan ini susut 8,6 persen. Sedangkan Facebook melemah 6,2 persen.