Wall Street Bervariasi, Indeks Saham Nasdaq dan S&P 500 Kompak Menguat

Bursa saham Amerika Serikat atau wall street bervariasi seiring sejumlah sentimen seperti kekhawatiran kasus COVID-19 dan kekacauan politik yang berlanjut.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 14 Jan 2021, 10:43 WIB
Director of Trading Floor Operations Fernando Munoz (kanan) saat bekerja dengan pialang Robert Oswald di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi dengan indeks saham S&P dan Nasdaq menguat pada perdagangan saham Rabu waktu setempat.

Indeks saham acuan tersebut menguat di wall street dipicu kenaikan saham teknologi seiring pelaku pasar mengawasi tingkat suku bunga, ketidakpastian politik yang muncul dari Washington dan pandemi COVID-19 yang masih berkecamuk.

Indeks saham S&P 500 naik 0,2 persen ke posisi 3.809,84. Indeks saham Nasdaq menguat 0,4 persen ke posisi 13.128,95. Sementara itu, indeks saham Dow Jones melemah 8,22 poin atau 0,03 persen ke posisi 31.060,47.

Intel melonjak hampir tujuh persen di tengah berita CEO Bob Swan akan mundur, dan efektif pada 15 Februari 2021. Kenaikan saham Intel mendorong saham teknologi lainnya antara lain Netflix naik 2,7 persen, Amazon menguat 1,4 persen, dan Apple naik lebih dari satu persen.

Pergerakan saham di wall street juga dipengaruhi  tingkat bunga surat utang AS turun dari level tertinggi pada Maret. Tingkat bunga untuk obligasi bertenor 10 tahun turun lebih dari lima basis poin menjadi 1,092 persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Sentimen Imbal Hasil Obligasi

Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Imbal hasil obligasi 30 tahun juga merosot menjadi 1,823 persen. Pada Selasa, suku bunga acuan diperdagangkan 1,187 persen. 

Mengingat kenaikan suku bunga pada 2021, Credit Suisse merekomendasikan agar investor menyukai sektor yang pro siklus termasuk keuangan dan energi. Namun, kenaikan suku bunga dapat menganggu pertumbuhan saham yang menjadi pendukung pasar selama pandemi COVID-19.

"Secara keseluruhan, kami yakin suku bunga akan stabil karena investor menyesuaikan diri dengan pergeseran ekspektasi inflasi. Kami terus mengharapkan kenaikan moderat pada 2021,” ujar UBS Credit Strategist Frank Sileo, seperti dilansir dari CNBC, Kamis, (14/1/2021).

Harapan untuk stimulus fiskal tambahan juga menjadi alasan dibalik pergerakan stabil yang lebih tinggi untuk imbal hasil.

"Reli pasar telah berhenti pada pekan ini. Sentimen dan indikator risiko terus mencerminkan optimism investor, dengan penyebaran kredit pada tingkat paling ketat sejak sebelum pandemi. Indikator kekhawatiran di tingkat tinggi, dan rasio put/call mendekati posisi terendah dalam sejarah,” ujar Chief of Investment Research Nationwide, Mark Hackett.


Kekacauan Politik Masih Berlanjut

Massa pendukung Presiden Amerika Serikat Donald Trump berkumpul di luar Capitol Hill, Washington, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021). Sejumlah anggota parlemen dan massa pendukung Donald Trump menyerbu Capitol Hill untuk membatalkan pemilihan presiden Amerika Serikat. (AP Photo/Shafkat Anowar)

Di sisi lain, kekacauan di Washington terus berlanjut. Wakil Presiden AS Mike Pence menyatakan tidak akan mencopot Presiden AS Donald Trump dari jabatannya.

Itu terjadi sebelum DPR yang dikuasai Demokrat menyetujui resolusi yang mendesak Pence dan kabinet untuk mendorong Trump keluar dari Gedung Putih setelah dia menghasut kerusuhan pekan lalu di Capitol.

DPR juga memberikan suara untuk mendakwa Trump untuk kedua kalinya. Trump meminta semua orang AS untuk membantu meredakan ketegangan politik.


Kekhawatiran Kasus COVID-19

Ilustrasi virus Corona | unsplash.com/@adamsky1973

Sementara itu, kasus COVID-19 juga terus meningkat di AS dan luar negeri. AS mencatat setidaknya 247.600 kasus COVID-19 baru dan setidaknya 3.340 kematian terkait COVID-19 setiap hari. Hal itu berdasarkan data Universitas John Hopkins.

Selain itu, ekonomi AS pun diprediksi kembali tumbuh pada akhir 2021. “Pada 2021, ekonomi AS akan mengalami penurunan yang kuat dari stimulus fiskal dan moneter tambahan ditambah dengan diakhirinya dampak pandemi terhadap ekonomi. Permintaan yang terputus-putus di industri yang terkena dampak COVID-19, dan inventaris yang dibutuhkan untuk kembali membangun akan semakin memacu pertumbuhan pekerjaan,” kata  Kepala Penelitian Investasi NationWide Mark Hackett.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya