Liputan6.com, Jakarta - Pimpinan DPR akan memanggil dan meminta penjelaaan Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu (DKPP) terkait pemecatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dari jabatannya.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin meminta seluruh pihak untuk tidak berspekulasi terkait putusan pemecatan Arief Budiman dan jabatan Ketua KPU.
Advertisement
“DPR akan mempelajari terlebih dahulu, kita dengar penjelasan DKPP duduk permasalahannya dengan transparan. Jangan sampai beban kerja KPU dapat terganggu dan terhambat, Terlebih baru saja melaksanakan Pilkada Serentak dan perlu melakukan sebuah evaluasi" Kata Azis Syamsuddin, Kamis (14/1/2021).
Azis meminta para penyelenggara pemilu dapat menjadikan kasus tersebut sebagai pembelajaran dan evaluasi dari permasalahan ini. Hal itu guna menciptakan pelaksanaan pesta demokrasi yang semakin baik dan meningkatkan kualitas demokrasi.
"Hal ini jangan sampai terulang, permasalahan ini berawal dari perselisihan suara pasangan calon di Kalimantan Barat yang berimbas ke MK dan akhirnya berujung di KPU Pusat. Kalau ada suara yang hilang atau penggelembungan, berarti ada yang salah dalam pelaksanaannya" ujarnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dipecat dari Jabatan Ketua KPU
Diketahui, DKPP menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir dan Pemberhentian dari Jabatan Ketua kepada Arief Budiman selaku Ketua KPU RI dalam perkara 123-PKE-DKPP/X/2020.
Arief Budiman terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
“Menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir dan Pemberhentian Dari Jabatan Ketua KPU RI kepada Teradu Arief Budiman selaku Ketua KPU RI sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis DKPP Muhammad.
Majelis DKPP mengungkapkan Arief Budiman diadukan ke DKPP karena mendampingi dan menemani Evi Novida Ginting Manik yang telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Dalam persidangan, Arief Budiman menyebut kehadiran dirinya di PTUN Jakarta untuk memberikan dukungan moril, simpati, dan empati didasarkan pada rasa kemanusiaan. Kehadiran Teradu dalam kapasitasnya sebagai individu, bukan mewakili lembaga. Di saat yang bersamaan, Teradu berstatus work from home (WFH).
Advertisement