Donald Trump Kirim Pasukan untuk Jaga Pelantikan Joe Biden

Donald Trump berkata mengerahkan pasukan agar transisi pemerintahan Joe Biden berjalan aman. Ia juga mengecam pendemo yang anarksi

oleh Tommy K. Rony diperbarui 14 Jan 2021, 09:30 WIB
Berlatar belakang Capitol AS, anggota militer berjalan dengan perimeter keamanan didirikan sehari setelah massa pendukung Donald Trump menerobos Kongres AS, Washington, DC. Kamis (7/1/2021). Penyerbuan dilakukan saat para anggota Kongres hendak mengesahkan kemenangan Joe Biden. (AP Photo/Evan Vucci)

Liputan6.com, Washington, D.C. - Presiden Amerikat Serikat (AS) Donald Trump berkata mengerahkan ribuan pasukan Garda Nasional untuk berjaga agar transisi pemerintahan ke Joe Biden berjalan mulus. Ia juga meminta agar tidak ada demo anarkis.

Donald Trump berkata dirinya mengecam kerusuhan di Capitol Hill serta berjanji perusuh akan diseret ke pengadilan.

"Saya ingin jelas: Saya dengan jelas mengecam kekerasan yang kita lihat pekan lalu. Kekerasan dan vandalisme sungguh tak punya tempat di negara kita," ujar Donald Trump, Kamis (14/1/2021).

Trump berbicara pada video yang disebar akun Twitter Gedung Putih.

Lebih lanjut, ia berkata "mob rule" bertentangan dengan prinsipnya. Trump lantas meminta pendukungnya untuk menghormati penegak hukum.

Terkait pelantikan, ia berkata mendapat informasi akan ada demo lanjutan jelas pelantikan Joe Biden. Pasukan Garda Nasional lantas dikerahkan.

"Di Washington DC, kita membawa ribuan anggota Garda Nasional untuk menjaga kota dan memastikan transisi dapat berjalan aman dan tanpa insiden," ujar Donald Trump.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Kritik Terhadap Pembungkaman

Presiden Donald Trump setelah meletakkan karangan bunga di Makam Prajurit Tidak Dikenal pada Hari Veteran di Pemakaman Nasional Arlington di Arlington, Virginia, Rabu (11/11/2020). Donald Trump pertama kalinya muncul ke publik sejak kalah dari Joe Biden dalam Pilpres AS. (Brendan Smialowski/AFP)

Donald Trump menyebut rakyat AS punya hak untuk kebebasan berpendapat sesuai konstitusi, namun demikian ia menyebut hal itu harus dilakukan secara damai. 

"Itu merupakan hak amandemen pertama kalian, tetapi saya bisa menekankan bahwa tidak ada kekerasan, tidak ada pelanggaran hukum, dan tidak ada vandalisme dalam bentuk apapun," ucapnya.

Donald Trump saat ini sedang diblokir oleh Twitter, Facebook, YouTube, dan Instagram. Hal itu ia kritik sebagai langkah pembungkaman. 

Miliarder asal New York itu berargumen bahwa ini adalah momen untuk saling mendengar. Melakukan blacklist ia nilai "salah dan berbahaya."

"Apa yang dibutuhkan dari kita adalah agar kita mendengar satu sama lain, bukan membungkam satu sama lain," ujarnya. 

Hingga kini, CEO Twitter Jack Dorsey masih tidak berubah pikiran terkait pemblokiran Trump. Dorsey berkata Trump terus-menerus melanggar ketentuan Twitter.


Trump Dimakzulkan Lagi

Massa pendukung Presiden Amerika Serikat Donald Trump tiba di pintu masuk samping Capitol Hill, Washington, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021). Sejumlah polisi DC pun jadi korban, mereka dibawa ke rumah sakit setelah terkena semprotan merica. (AP Photo/Julio Cortez)

Jelang akhir kekuasaan, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali dimakzulkan oleh DPR AS untuk kedua kalinya. Ia dianggap bersalah atas kerusuhan di Capitol Hill pada 6 Januari 2021.

AP News melaporkan, Kamis (14/1/2021), anggota DPR memberikan suara 232-197 untuk pemakzulan Trump. Prosesnya berlangsung sangat cepat. 

DPR AS dikuasai oleh Partai Demokrat yang ingin Trump lengser. Namun, ada 10 anggota Partai Republik yang ikut mendukung pemakzulan yang menilai Trump berbahaya jika dibiarkan hingga pelantikan Biden pada 20 Januari mendatang.

"Dia harus pergi, ia adalah bahaya yang jelas dan nyata bagi negara yang kita cintai," ujar Ketua DPR Nancy Pelosi yang gagal melengserkan Trump pada 2019.

Donald Trump adalah satu-satunya presiden AS yang dimakzulan dua kali di era modern. Pemakzulannya ini didukung oleh Partai Demokrat dan beberapa anggota Partai Republik.

Sebelumnya, kedua partai juga pernah kompak saat memakzulkan Presiden Bill Clinton akibat skandal seks di dalam Gedung Putih. 

Proses berikutnya adalah Senat yang pembagian kekuatannya 50:50 antara Demokrat dan Republik.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya