Program Biodiesel B40 Tak Jadi Diterapkan 2021, Kenapa?

Batalnya rencana penerapan biodiesel B40 dikarenakan harga BBM saat ini mengalami penurunan.

oleh Athika Rahma diperbarui 14 Jan 2021, 20:00 WIB
Presiden Joko Widodo (tengah) menyaksikan petugas mengisikan bahan bakar ke kendaraan saat meresmikan Implementasi Program Biodiesel 30 persen (B30) di SPBU MT Haryono, Jakarta, Senin (23/12/2019). Jokowi menargetkan implementasi program B40 pada 2020 dan B50 pada 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana buka suara terkait kelanjutan program mandatori biodiesel 30 persen (B30) menjadi biodiesel 40 persen (B40).

Dadan bilang, B40 kemungkinan besar tidak jadi diterapkan tahun ini karena adanya beberapa pertimbangan.

"Per tahun ini saya tidak melihat kita akan meningkatkan B30 jadi B40. Tapi secara teknis kita siapkan," ujar Dadan dalam konferensi pers Ditjen EBTKE, Kamis (14/1/2021).

Dadan melanjutkan, batalnya rencana penerapan B40 dikarenakan harga BBM saat ini mengalami penurunan. Di sisi lain, harga sawit sedang berada di level yang bagus, sehingga B40 diproyeksi membutuhkan insentif biodiesel yang lebih besar dari B30.

Insentif untuk B30 sendiri, kata Dadan, nilainya mencapai Rp 46 triliun dengan jumlah kuota 9,2 juta kilo liter (KL). Angka ini juga sudah melalui hitung-hitungan yang dikoordinasikan Kemenko Perekonomian.

"Ada duitnya? Insya Allah untuk tahun ini ada dengan adanya perubahan tarif untuk pungutan ekspor. Kalau untuk B40 ada nggak duitnya? Itulah salah satu kenapa kita tidak jadi terapkan B40 di tahun ini, selain konsumsi BBM nggak nambah, harga sawit lagi bagus," jelas Dadan.

Kendati, pihaknya telah menyiapkan unsur B40 secara teknis. Misalnya spefisikasinya seperti persentase air dan tingkat kontaminan pengotornya dan sebagainya.

"Ini sudah diuji, kita sudah punya calon bahan bakarnya. Komposisinya harus seperi ini," katanya.

"Kita juga sudah tes di engine, di mobil, sudah lolos 1.000 jam. Kalau dulu kan di jalan raya, karena kemarin pandemi, kita pakai di lab (laboratorium), 1.000 jam, kalau kecepatan 50 km per jam, maka untuk jarak 50.000 km. Sama, dulu juga kita 40.000 km," jelasnya.

Adapun untuk tahun ini, target penyerapan B30 mencapai 9,2 juta KL. Jika B30 diupgrade ke B40, maka dinaikkan 10 persennya, atau terdapat penambahan 1,5 juta KL.

"Masih cukup, masih bisa. Kita tinggal pastikan di Pertamina tidak kelebihan Solar, kalau kita naik di sini di sana kan 'kempes' ya dan sebaliknya, makanya ini dijaga," tutur Dadan.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Program B30 Abaikan Tren Penurunan Konsumsi Biodisel AS

Presiden Joko Widodo atau Jokowi (tengah) berbincang dengan petugas SPBU saat meresmikan Implementasi Program Biodiesel 30 persen (B30) di SPBU MT Haryono, Jakarta, Senin (23/12/2019). Jokowi menargetkan implementasi program B40 pada tahun 2020 dan B50 pada tahun 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, pemerintah tengah mengurangi ketergantungan impor bahan bakar fosil. Upaya ini dilakukan melalui Program B30 (biodiesel) sudah direalisasikan, menyusul kemudian B50 yang rencana dikeluarkan pada tahun depan.

Namun, Ekonom Senior Faisal Basri menilai, kebijakan ini mengabaikan tren penurunan konsumsi biodisel di Eropa dan Amerika Serikat hingga tahun 2029.

Implikasinya, teknologi permesinan dunia tidak didesain untuk menggunakan biodiesel, mengingat Amerika Serikat dan Eropa ujung tombak teknologi permesinan dunia.

“Dalam beberapa tahun terakhir, produksi biodisel meningkat karena Program Biofuel. Kalau sampai 2017 itu lebih banyak buat program biodisel dari pada buat petani kecil,” ujar dia dalam diskusi daring - Kebijakan Biodiesel Untuk Siapa, pada Rabu 18 November 2020.

Dalam paparannya, Faisal memperkirakan pada 2016-2017 dana CPO sekitar USD 1,9 miliar. Dimana USD 1,5 miliar digunakan untuk program biodisel.

“Oleh karena itu, pertumbuhan produksi biodisel sepenuhnya bergantung pada ekspor minyak kelapa sawit, dan harganya yang berasiang,” ujar Faisal,

Menurutnya, jika ekspor kelapa sawitnya turun, maka dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) juga turun. “Jadi ini ada kontradiksi. Semakin sedikit yang kita ekspor, semakin sedikit penerimaan negara dari bea sawit, ditambah juga dengan bea ekspor,” kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya