Liputan6.com, Jakarta - Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) beserta sejumlah komunitas dan lembaga pegiat bahasa Sunda akan menyelenggarakan berbagai acara untuk menyemarakkan Hari Bahasa Ibu Internasional (HBII) pada Minggu, 21 Februari 2021.
HBII adalah salah satu program The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) untuk melestarikan dan melindungi semua bahasa yang digunakan oleh masyarakat dunia.
Advertisement
Ada beberapa acara yang akan diselenggarakan pada peringatan HBII 2021. Salah satunya selebrasi lomba pembuatan website dengan konten aksara Sunda, yang diselenggarakan PANDI sejak Juli 2020.
Gunawan Tyas Jatmiko, Deputi Pengembangan Usaha, Pemasaran dan Kerjasama PANDI mengatakan selebrasi aksara Sunda kali ini serupa dengan selebrasi aksara-aksara sebelumnya yang sudah pernah dilakukan, yaitu Aksara Jawa dan Bali.
"Saat ini PANDI akan mendukung pula selebrasi aksara Sunda yang bertepatan dengan HBII pada 21 Februari 2021. Selain kompetisi, ada banyak kegiatan lagi yang rencananya akan memeriahkan acara ini, seperti Olimpiade Bahasa Sunda, 1.000 Video Bahasa Ibu, dan lainnya," ungkap Gunawan melalui keterangannya, Jumat (15/1/2021).
Ia menyebut kegiatan ini menjadi bagian dari proses Digitalisasi Aksara Nusantara dan membuat aksara nusantara bisa digunakan oleh generasi mendatang.
Peran Lembaga dalam Pengembangan Bahasa Sunda
Di sisi lain, Miftahul Malik, jurnalis Sunda yang tergabung dalam kelompok "Singrancagé", forum untuk menjembatani berbagai acara terkait bahasa Sunda melalui teknologi digital, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan kerja sama beberapa lembaga dan komunitas di Jawa Barat.
Masing-masing lembaga memiliki peran dalam pengembangan bahasa Sunda, terutama melalui media digital.
"Kami membantu menyebarkan acara tersebut kepada masyarakat agar gaungnya lebih besar," tegas Malik.
Ia menilai beberapa bahasa daerah masih dirundung sejumlah masalah, meskipun pemeliharaan bahasa daerah di Indonesia telah memiliki payung hukum yang jelas, yaitu Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009, hingga berbagai Peraturan Daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Di dunia pendidikan misalnya, kata Gunawan, mata pengajaran bahasa daerah masih tersisihkan dari mata pelajaran lainnya. Bahkan untuk kasus di Jawa Barat, lembaga yang mata pelajaran bahasa Sunda sudah dihilangkan sejak tiga tahun lalu.
"Padahal bahasa Sunda memiliki penutur yang potensial, kedua terbanyak di Indonesia. Jumlahnya konon melebihi 32 juta. Sayangnya, jumlah tersebut tidak berbanding lurus dengan perhatian masyarakat terhadap bahasanya sendiri," ucapnya menambahkan.
Advertisement
Perlu Inovasi dan Integrasi
Gunawan mengatakan pemahaman nilai-nilai budaya yang ditulis menggunakan bahasa Sunda bahkan cenderung menurun. Apalagi setelah orang Sunda terlibat dalam masyarakat digital.
"Upaya pemeliharaan bahasa Sunda berbasis konvensional mulai tergerus. Buku-buku tidak lagi laku, media cetak banyak yang bertumbangan. Namun, pilihan pengembangan media baru pun masih banyak kendala," ungkapnya.
Selain persoalan teknis dalam pemahaman bahasa dan teknologi, bahasa Sunda masih dipandang belum memiliki nilai jual, misalnya untuk jurnalisme online dan konten lainnya di internet.
Sementara pengarang sastra Sunda, Dadan Sutisna, yang juga tergabung dalam kelompok “Singrancagé”, menuturkan pengembangan bahasa Sunda di era digital harus melalui gerakan yang inovatif, kreatif, terintegrasi, dan dikerjakan secara bersama-sama.
"Oleh karena itu, selain alasan pandemi yang belum memperbolehkan kerumunan besar, penyelenggaran acara HBII secara virtual bisa memacu penggunaan bahasa Sunda pada perangkat-perangkat digital," pungkasnya.
(Isk/Why)