Saham Xiaomi Anjlok 10 Persen, Ada Apa?

Saham Xiaomi melemah pada perdagangan saham di Bursa Hong Kong pada Jumat pekan ini.

oleh Dian Tami Kosasih diperbarui 15 Jan 2021, 19:30 WIB
Kantor Xiaomi di Maofanglu Road, Beijing. Tempat Vice President International Xiaomi Hugo Barra beraktivitas. Liputan6.com/Agustin Setyo Wardani

Liputan6.com, Jakarta - Saham Xiaomi anjlok setelah Amerika Serikat (AS) memasukkan perusahaan tersebut ke dalam daftar hitam Jumat (15/1/2021).

Bersama sejumlah perusahaan China lainnya, di akhir pemerintahan Presiden Donald Trump, AS ingin memperkuat warisan perang dagangnya melawan Beijing. Hal ini menjadi bukti kebijakan diplomatik dan perdagangan agresif terhadap perusahaan China di bawah kekuasan Trump selama empat tahun menjabat.

Meski hanya enam hari sebelum Trump meninggalkan jabatannya, pejabat AS membuat serangkaian pengumuman yang menargetkan perusahaan-perusahaan China termasuk perusahaan minyak CNOOC, Xiaomi, dan media sosial TikTok, seperti dilansir Channel News Asia.

Berhasil menyaingi Apple karena menjadi produsen smartphone terbesar ketiga di dunia, Xiaomi adalah salah satu dari sembilan perusahaan baru yang diklasifikasikan oleh Pentagon sebagai "perusahaan militer Komunis China".

Tindakan tersebut membuat investor AS tidak dapat membeli sekuritas Xiaomi, kecuali divestasi tersebut dibatalkan oleh presiden AS yang akan datang Joe Biden. Xiaomi adalah salah satu perusahaan terbesar yang masuk daftar hitam, sehingga sahamnya anjlok lebih dari 10 persen di Hong Kong.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Perintah Eksekutif Trump

Dalam sebuah pernyataan, Departemen Pertahanan AS bertekad untuk menyoroti dan melawan strategi pengembangan fusi militer-sipil Republik Rakyat China. Hal ini memungkinkan pihaknya mengakses teknologi kunci dan data keamanan.

Tindakan serupa juga telah dilakukan AS terhadap perusahaan teknologi lain, seperti Huawei dan SMIC. Kebijakan ini membuat kinerja mereka terhabat terlebih secara internasional.

Sebelumnya, Trump juga mengeluarkan perintah eksekutif terkait larangan warga AS untuk berinvestasi di perusahaan China yang dianggap mendukung aparat militer dan keamanan negara tersebut. Kebijakan ini akhirnya mendapat teguran keras dari Beijing.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya