Liputan6.com, Spanyol - Menjadi caregiver atau pendamping lanjut usia (lansia) di Spanyol tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Bandari Alamanda.
Perempuan yang hobi menulis ini mengawali karier sebagai caregiver setelah sang suami membawanya pindah ke sebuah desa di Jimena de la Frontera, Spanyol Selatan, pada 2016.
Advertisement
Jimena de La Frontera memiliki 10.000 populasi dengan 64,2 persennya adalah lansia 65 hingga 98 tahun. Maka dari itu, pemerintah setempat membuat program dukungan bagi para lansia di sana untuk mendapatkan caregiver ke rumah-rumah. Pasalnya, tidak semua lansia bisa dikirim ke panti jompo.
Setelah melakukan pelatihan, perempuan yang akrab disapa Manda kemudian diterjunkan ke rumah-rumah selama berbulan-bulan. Dia menjalin hubungan baik dengan para lansia lewat kegiatan sederhana seperti sarapan bersama hingga merajut bersama.
Tak dapat dimungkiri, selama bekerja sebagai caregiver dia menemukan beberapa tantangan tersendiri.
“Tantangannya tentu setiap oma opa beda-beda karena sifatnya adalah datang ke rumah, setiap rumah punya karakter yang beda, keluarga yang beda, dan sistem kerja yang beda," kata Manda.
Dia memberi contoh, sistem kerja yang berbeda di setiap rumah biasanya dilihat dari aspek waktu dan pengaruh keluarga lansia.
“Sejauh ini oma opa yang saya urus sangat kooperatif, bahkan yang demensia pun menjadi pengalaman baik buat saya. Tapi biasanya tantangan datang dari pihak keluarga," Manda melanjutkan.
Misal, ketika Manda sedang mengerjakan sesuatu tapi pihak keluarga menginginkan hal yang berbeda dan memintanya melakukan hal lain di luar programnya.
Simak Video Berikut Ini:
Mengapa Jasa Caregiver Dibutuhkan?
Di Jimena de la Frontera jumlah lansia yang tinggal di rumah cukup tinggi. Namun, anak dari lansia cenderung lebih memilih hidup terpisah dan tidak ingin menjadi caregiver bagi orangtuanya sendiri.
Menurut Manda, anak para lansia sebagian ada yang memilih tinggal di kota besar dan menetap di sana. Kalaupun ada anak yang tinggal di desa yang sama, mereka lebih memilih tinggal di rumah yang berbeda.
“Padahal, orangtuanya sudah memiliki rumah besar tingkat tiga dengan harapan agar anak cucunya kelak dapat tinggal bersamanya, tapi kenyataannya tidak,” kata Alamanda.
“Mereka lebih memilih tinggal di rumah yang terpisah walaupun ukurannya kecil. Mereka tetap mengunjungi tapi tidak tinggal bersama,” ujarnya.
Di sisi lain, perasaan saat mendampingi orangtua sendiri dengan mendampingi lansia lain akan berbeda. Jika menjadi caregiver bagi orangtua sendiri maka seseorang cenderung lebih cepat kesal dan marah.
Belum lagi setiap anak tidak mungkin mendampingi orangtuanya terus-menerus selama 24 jam mengingat mereka punya kepentingan masing-masing.
“Di sini lah jasa caregiver dibutuhkan. Apalagi bagi lansia di atas 80 tahun, mereka untuk jalan saja sudah goyang dan sering nabrak,” Manda menekankan.
Advertisement