Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN. Adapun hal-hal pokok yang menjadi usulan insisiatif DPR RI yakni, pengahapusan KASN, Penetapan Kebutuhan PNS, Kesejahteraan PPPK, Pengurangan ASN, dan Pengangkatan Honorer.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo mengatakan, lima pokok usulan inisiatif DPR RI sudah mendapatkan perhatian dari Presiden Joko Widodo. Setelah mendengar usulan tersebut, Kepala Negara secara khusus langsung menggelar rapat kabinet bersama kementerian atau lembaga terkait untuk membahas.
Advertisement
"Usul inisaitif ini langsung mendapat perhatian Bapak Presiden. Karena beliau langsung mengadapkan rapat kabinet mengkaji membahas usul-usul inisiatif DPR berkatian UU 5/2014 tentang ASN. Karena menyangkut visi misi Bapak Presiden dan Wapres terkait reformasi birokrasi," jelas dia dalam rapat kerja bersama dengan Komisi II DPR RI, di Jakarta, Senin (18/1).
Menteri Tjahjo menyampaikan, dalam padangan pemerintah, berkaitan dengan masalah KSAN mengenai pengalihan tugas dan wewenang pengawasan sistem merit dari KSAN dari ke Kementerian PANRB, nanti akan dibahas detail dalam panja khusus.
Sebab, pada prinsipnya langkah strategis dan skala prioritas yang perlu dilakukan dalam rangka optimalisasi manajemen ASN adalah penguatan fungsi dan peranan.
"Ini berkaitan dengan level kerja ASN dan sistem merit yang dikaitkan dengan kebutuhan dan dinamika organisasi serta dampak anggarannya," jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penetapan Kebutuan PNS
Kemudian berkaitan dengan penetapan kebutuan PNS, dia memandang hal tersebut tidak perlu diatur di dalam UU. Karena sudah ditetapkan pengaturan teknisnya sendiri. Misalnya saja setiap instansi pemerintah akan ditunda pengadaan CPNS-nya dan bila tidak melengkapi kriteria yang disyaratkan nasional, maka pengadaan dapat ditunda sampai dengan kondisi tertentu.
"Misal 2020 tidak ada rekrutmen tapi 2021 mudah-mudahan dilaksanakan dan prinsipnya sesuai kebutuhan KL instansi atau pemda bukan keinginan yang ada sehingga membangkak dan mencermati perkembangan dan dinamika 2020. Adanya pandemi dan kebijakan bekerja di rumah dan di kantor," ujarnya.
Terkait mengenai kesejahteraan PPPK, pemerintah juga sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen PPPK. Di mana dalam PP tersebut diatur mengenai mekanisme pemberian tabungan hari tua dan fasilitas PPPK melalui lembaga pengelola pensiun sesuai aturan UU.
"Kerangka UU 5/2014 khsusunya terkait pemberian jaminan pensiun pemerintah akan reformasi sistem pensiun berdasrakan iuran pasti," sebut dia.
Menteri Tjahjo melanjutkan, berkaitan dengan usulan pengurangan PNS dan PPPK itu merupakan salah satu hak preogatif presiden. Sedangkan menurut PP 11/2017 tentang manajemen PNS, bila ada perampingan orang yang mengakibatkan kelebihan PNS, maka PNS terlebih dahulu disalurkan ke instansi pemerintah lain.
"Perampingan orang dilakukan dengan hati-hati seusai dengan Perppu melalui proses evaluasi analisis jabatan, analisis beban kerja agar dapat diketahui kebutuhan pegawai, ini yang diinginkan penjabaran dari reormasi birokrasi, tata kelola pemerintahan yang ramping yang ingin dikembangan ke depan yang mernajdi salah satu keinginan visi misi presiden 2020 - 2024," ungkap dia.
Advertisement
Pengangkatan Tenaga Honorer
Terakhir, mengenai usulan pengangkatan tenaga honorer, pemerintah menimbang karena butuh waktu yang panjang. Sebab, dalam penerimaan PNS dan PPPK harus dilaksanakn melalui penilaian objektif berdasrkan kompetensi, kulaifiakasi, kebutuhan instainsi pemrintah dan perysaratan lain yang dibtuhkan.
Di sisi lain, sejak PP 48/2005 PPK dilarang angkat tenaga honorer atau sejenis pengangkatan. Karena bertentangan dengan prinsip sistem merit dan visi pemerintah 5 tahun ke depan, dalam rangka upaya tingkatkan daya saing.
"Pemerintah terus berupaya mencari solusi untuk atasi masalah tenaga honorer dengan tetap perhatikan kelatuhan UU terkait salah satunya dengan rekrut tenaga guru kebutuhannya 1 juta," jelas dia.
Atas beberapa pandangan tersebut, maka pemerintah menyatakan belum perlu melakukan perubahan secara drastis yang diusulkan oleh DPR RI. Terlebih pertimbangannya adalah bahwa undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, merupakan komitmen komponen bangsa yang sangat diperlukan dalam mendukung upaya pemerintah mewujudkan visi Indonesia maju.
"Masukan isniatif DPR bisa memperkaya dalam konteks menyempuranakan tapi tidak bisa ubah secara prinsip yang jadi domain pemerintah," sebutnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com