Pekan Ini KPK dan BPK Bertandang ke Makassar, Ada Apa?

KPK dan BPK berencana meninjau lokasi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar yang bermasalah.

oleh Eka Hakim diperbarui 19 Jan 2021, 12:00 WIB
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Pol Widoni Fedri mengatakan pekan ini KPK dan BPK melihat langsung fisik pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar yang sedang dalam proses penyidikan Dit Reskrimsus Polda Sulsel (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kabarnya akan bertandang ke Kota Makassar pekan ini.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Sulsel, Kombes Pol Widoni Fedri mengatakan kunjungan tim KPK dan BPK tersebut dalam rangka meninjau langsung fisik pengerjaan pembangunan Rumah Sakit (RS) Batua, Makassar yang bermasalah dan sedang dalam penyidikan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel.

"Tanggal 21 Januari ini KPK dan BPK akan ke sini," kata Widoni di lokasi pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar yang terbengkalai tersebut, Senin (18/1/2021).

Ia mengakui banyak kejanggalan dalam pekerjaan fisik pembangunan Rumah Sakit yang beralamat tepat di Jalan Poros Abdullah Daeng Sirua, Kelurahan Batua, Kecamatan Manggala, Kota Makassar itu.

Selain kejanggalan mengenai konstruksinya, dinding lantai basement gedung Rumah Sakit itu juga terlalu tipis sehingga terasa ada getaran. Tak sampai di situ, dari peninjauan lapangan juga ditemukan tiang penyangga gedung banyak yang bengkok. Tangga juga tidak sesuai dengan perencanaan. Saat menaiki tangga tersebut, kepala bisa terbentur.

"Memang banyak penyimpangan setelah saya melihat lokasi langsung. Selama ini saya belum pernah ke sini cuma lihat berita dan foto," terang Widoni.

Ia mengatakan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar yang telah menggunakan anggaran senilai Rp30 miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Makassar tahun 2018.

"Ini kita tinggal menunggu hasil audit dari BPK. Nah tanggal 21 nanti mereka ke sini dengan KPK," jelas Widoni.

Sebelumnya, Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) juga turut mendesak penyidik mendalami peran penerima fee dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar tersebut.

"Kita harap penyidik tipikor Polda Sulsel mengembangkan ke situ. Jelas ada peran penerima fee sehingga pekerjaan proyek bernilai puluhan miliar tersebut tidak selesai karena anggarannya terpangkas," kata Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Kadir Wokanubun.

Ia juga meminta kepada penyidik tidak mengulur-ulur waktu dalam menetapkan tersangka dan menyeret semua yang terlibat sesuai peran masing-masing dalam kasus tersebut.

"Kasus ini sudah sangat jelas tak hanya didukung oleh audit Inspektorat, tapi sebelumnya juga ada audit awal dari BPK. Sehingga tidak butuh lama menetapkan tersangka," tegas Kadir.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Temuan BPK

Kondisi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar yang lama terbengkalai (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel dikabarkan terus memaksimalkan proses penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangungan Rumah Sakit Batua Makassar.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel Kombes Pol Widoni Fedri mengatakan saat ini pihaknya sementara menunggu finalisasi audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Belum ada keterangan hasilnya total lost," kata Widoni via telepon, Rabu 28 Oktober 2020.

Meski demikian, dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan RS Batua Makassar tersebut, pihaknya telah memeriksa semua pihak yang diduga terlibat dan mengetahui perjalanan proyek pembangunan Rumah Sakit yang telah menghabiskan anggaran sebesar Rp30 miliar itu. Termasuk di dalamnya menelusuri adanya dugaan penerima fee dalam kegiatan yang diduga merugikan negara tersebut.

"Semua pihak yang diduga terlibat dan mengetahui perkara dugaan tipikor ini sudah dilakukan pemeriksaan dan statusnya saat ini masih sebagai saksi," jelas Widoni.

Ia berjanji penetapan tersangka secepatnya akan dilakukan setelah pihaknya telah menerima audit finalisasi perhitungan kerugian negara dari BPK.

"Karena delik pidana dalam UU Tipikor adalah voltooid dan sempurna," terang Widoni.

Sementara Kasubdit III Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel yang saat itu dijabat oleh Kompol Rosyid Hartanto mengatakan sejauh ini pihaknya masih mendalami keterangan saksi-saksi sekaligus berkoordinasi dengan ahli bangunan.

"Tahapannya sudah penyidikan. Tim ahli bangunan juga sedang diturunkan," kata Rosyid via telepon, Kamis 3 September 2020.

Ia juga tak menampik jika dalam kasus ini belum ada penetapan tersangka meski pihaknya telah mengantongi hasil audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengerjaan pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar tersebut. Di mana kata Rosyid, dari perhitungan BPK saat ini ditemukan kerugian negara senilai Rp7 miliar.

"Temuan BPK senilai Rp7 miliar itu sebagai tambahan referensi nanti untuk menghitung total kerugian keuangan negara," jelas Rosyid sebelumnya.

Kerugian negara, lanjut dia, kemungkinan bisa bertambah setelah audit fisik oleh ahli bangunan sudah keluar.

"Ada kemungkinan jumlah kerugian negara hampir Rp29 miliar yang digunakan dalam pembangunan itu dianggapnya kerugian negara," terang Rosyid.

 


Kronologi Kasus

Dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Tipe C Batua, Makassar itu, selain memeriksa sejumlah saksi terkait, tim penyidik Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel juga dikabarkan telah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna menghitung nilai kerugian negara yang ditimbulkan dari kegiatan yang telah menghabiskan anggaran puluhan miliar itu.

Dari hasil penyidikan, tim penyidik juga telah menemukan adanya indikasi korupsi dilihat dari kegagalan konstruksi sehingga pengerjaan pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar itu terbengkalai hingga saat ini.

Adapun pengerjaan proyek pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar Tipe C tersebut, diketahui dikerjakan oleh perusahaan rekanan, PT Sultana Nugraha dengan menggunakan pagu anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2018 tepatnya senilai Rp30 miliar. Dinas Kesehatan Kota Makassar dalam hal ini bertindak selaku pengelola pagu anggaran puluhan miliar tersebut.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya