Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara di berbagai penjuru dunia terus berusaha melawan virus corona covid-19. Salah satu upaya dengan vaksinasi covid-19 kepada seluruh warga negara.
Berbagai vaksin covid-19 yang sudah dipakai dibeberapa negara contohnya, Pfizer, Moderna, dan Sinovac. Sinovac merupakan vaksin covid-19 yang dipakai di Indonesia.
Advertisement
Hingga saat ini, ada banyak informasi hoaks soal vaksin covid-19 yang beredar di ruang digital. Berikut Cek Fakta Liputan6.com memaparkan fakta-fakta soal vaksin covid-19.
Hoaks: Vaksin Covid-19 memiliki chip untuk melacak manusia
Fakta: Juru Bicara PT Bio Farma (Persero), Bambang Heriyanto memastikan vaksin Sinovac yang dipakai di Indonesia tidak memiliki chip.
"Itu hoaks. Di kita, kalau partikel saja tidak boleh ada (di vaksinnya), apalagi chip," ucap Bambang saat dihubungi Cek Fakta Liputan6.com, Selasa (19/1/2021).
Bantahan ini juga diperkuat oleh Dr. Jurate Ivanaviciene. Dokter asal Amerika Serikat itu menyebut klaim ini merupakan hoaks yang mengada-ada.
"Ini sama sekali tidak benar. Vaksin covid-19 tidak mengandung microchip," katanya, seperti dikutip dari CT Post.
Saksikan video pilihan berlukut ini:
Fakta Lain
Hoaks: Setelah divaksin tidak perlu lagi pakai masker
Fakta: Setelah divaksinasi, seseorang tetap wajib mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker. Dijelaskan oleh dr Muhamad Fajri Adda'i, antibodi di dalam tubuh manusia butuh waktu untuk muncul setelah divaksin. Khusus vaksin Sinovac, antibodi ini muncul setelah 14 hingga 28 hari pasca dua dosis suntikan.
"Respons orang dalam menerima suntikan lalu menimbulkan antibodi berbeda-beda, ada yang cepat ada yang lamban, intinya butuh waktu pasca vaksinasi. Vaksin memang melindungi tapi tidak 100 persen, untuk mencegah penyakit masuk ya hanya dengan jalan menerapkan protokol kesehatan," ujar dr Fajri, sapaan akrabnya ketika dihubungi, Senin (18/1/2021).
"Untuk vaksin Sinovac sendiri tidak didesain untuk tidak menularkan jika seseorang terinfeksi. Vaksin Sinovac dan juga vaksin covid-19 lainnya saat ini hanya untuk mencegah seseorang jika terinfeksi mengalami gejala," katanya menambahkan.
"Makna efikasi 65 persen sendiri untuk vaksin Sinovac adalah ketika Anda divaksin maka risiko Anda terinfeksi virus covid-19 dan bergejala adalah turun 65 persen. Tapi masih ada risiko 35 persen terkena gejala berat, dan memang vaksin tidak ada yang 100 persen menjamin tidak terinfeksi."
Pernyataan ini juga disetujui oleh tenaga medis lainnya, Dr. Jurate Ivanaviciene. Orang-orang masih perlu memakai masker di masa mendatang.
"Anda masih bisa terinfeksi. Namun tidak terlalu parah. Jadi, Anda harus melindungi diri sendiri," katanya.
Advertisement
Fakta Lain
Hoaks: Vaksin covid-19 menyebabkan penyakit
Fakta: Dr. Jurate Ivanaviciene mengatakan kalau klaim itu salah. Dijelaskan olehnya, ada beberapa kemungkinan efek samping, yang paling umum adalah rasa sakit di titik suntikan.
"Setelah menerima vaksin, beberapa orang bisa mendapatkan reaksi. Reaksi itu memberitahu Anda kalau tubuh sedang membangun kekebalan terhadap penyakit.
Efek samping lain yang biasa dirasakan adalah sakit kepala, demam, dan beberapa gejala gastrointestinal. "Beberapa orang bisa merasakan sedikit pembengkakan pada kelenjar getah bening (di lengan tempat suntikan diberikan)," kata Ivanaviciene.
Namun, efek samping dari vaksin yang menimbulkan dampak serius sangat jarang terjadi.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia.
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Advertisement