Liputan6.com, Jakarta - Peradangan usus kronis atau penyakit Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah gangguan pada saluran cerna yang terjadi akibat kombinasi kerentanan genetik, paparan lingkungan, dan disregulasi respons imun terhadap mikrobiota usus.
IBD dibedakan atas dua entitas utama, yakni kolitis ulseratif (KU, Ulcerative colitis/UC) dan penyakit Crohn (PC, Crohn’s disease/CD). Apabila terdapat kesulitan membedakan keduanya, maka kelainan tersebut termasuk ke dalam kategori indeterminate colitis (IC).
Advertisement
Sampai saat ini, kesadaran masyarakat masih rendah terhadap IBD. Hal ini karena gejala umum IBD adalah diare, di mana masyarakat masih sulit membedakan diare biasa dengan diare yang mengarah pada IBD.
Dalam perkembangannya, IBD yang dibiarkan bisa memperparah kondisi pasien akibat komplikasi yang ditimbulkan. Pada UC, penderitanya bisa mengalami toxic megacolon (pembengkakan usus besar yang beracun), perforated colon (lubang pada usus besar), dehidrasi berat dan meningkatkan risiko kanker usus besar.
Pada CD, penderitanya bisa mengalami bowel obstruction (penyumbatan usus), malnutrisi, fistulas (saluran tidak normal), dan anal fissure (robekan pada jaringan anus).
Jika kedua jenis IBD ini dibiarkan, keduanya bisa menciptakan komplikasi seperti penggumpalan darah, radang kulit, mata, dan sendi, serta komplikasi lainnya.
Simak Video Berikut Ini
Pengobatan IBD
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM-FKUI) Rabbinu Rangga Pribadi menyatakan, dalam praktiknya, pengobatan IBD sangatlah dinamis karena proses penyakitnya yang juga dinamis.
“Artinya di satu waktu IBD dapat terkontrol dengan obat serta diet, namun di waktu lainnya penyakit tersebut dapat mengalami kekambuhan,” ujar Rabbinu dalam webinar Takeda Pharmaceutical Company Limited, Rabu (20/1/2021).
Ia menambahkan, para dokter memiliki berbagai macam pilihan pengobatan walaupun beberapa obat seperti agen biologik tak dapat diakses secara luas karena tidak ditanggung jaminan kesehatan nasional (JKN).
“Kadang pasien kami memerlukan kombinasi 2 obat untuk mengontrol radang usus yang terjadi. Beberapa juga memerlukan operasi untuk membuang bagian usus yang mengalami peradangan,” tuturnya.
Advertisement