Liputan6.com, Jakarta Istilah Inflammatory Bowel Disease (IBD) cukup asing di telinga masyarakat umum. Padahal, penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika dibiarkan atau salah penanganan.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM-FKUI) Rabbinu Rangga Pribadi, IBD adalah penyakit autoimun yang juga dikenal dengan peradangan usus kronis. IBD bisa menciptakan komplikasi hingga kematian bagi penderitanya jika tidak ditangani secara tepat.
Advertisement
Namun, hingga kini kesadaran masyarakat terkait IBD masih minim dan penanganan IBD masih dihadapkan dengan beberapa kesulitan.
”Pada dasarnya, kesulitan pertama yang paling sering dihadapi adalah memastikan diagnosis pada pasien tersebut apakah IBD atau radang usus yang disebabkan infeksi lainnya,” kata Rabbinu dalam webinar Takeda Pharmaceutical Company Limited, Rabu (20/1/2021).
Kesulitan kedua yang juga paling sering dihadapi adalah terbatasnya akses pasien terhadap agen biologik (salah satu obat IBD) karena masalah biaya. Padahal, berbagai penelitian menunjukkan bahwa agen biologik memiliki manfaat yang besar terutama pada pasien IBD dengan derajat keparahan sedang dan berat, kata Rabbinu.
Simak Video Berikut Ini
Kesadaran dan Pengetahuan tentang IBD Perlu Ditingkatkan
Rabbinu menambahkan, kesadaran dan pengetahuan tentang IBD sangat diperlukan, bagi pasien IBD, keluarga, caregiver, bahkan bagi masyarakat luas agar kesadaran terhadap bahaya IBD semakin meningkat.
Saat didiagnosis IBD, pasien perlu memahami bahwa proses peradangan pada penyakit ini dapat mereda jika berkomitmen menjalani pengobatan dan modifikasi gaya hidup dengan pola makan yang sesuai dengan tingkatan IBD serta berolahraga.
“Disarankan pula untuk berkumpul dengan pasien-pasien IBD lain untuk dapat saling berbagi pengalaman dan saling menguatkan.”
Edukasi berkelanjutan terkait IBD sangat diperlukan untuk mendidik berbagai pihak bahwa beban penyakit ini terus meningkat.
Persiapan yang perlu dilakukan oleh caregiver adalah pemberian dukungan psikososial karena pengidap IBD rentan mengalami depresi dan kecemasan. Rabbinu berharap, caregiver IBD dapat membantu pasien dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari dan sekaligus menjadi mitra dalam perjalanan pengobatannya.
“Selain itu, kesiapan finansial juga perlu diperhatikan,” tutupnya.
Advertisement