Liputan6.com, Jakarta - Pembenahan industri manufaktur menjadi kunci pemulihan ekonomi usah tertekan sebagai dampak dari pandemi Corona Covid-19. Hal ini karena sektor manufaktur mampu menyerap mayoritas pekerja Indonesia.
"Bagian penting dari struktural pemulihan ekonomi adalah kita memang perlu membenahi industri manufaktur kita. Karena sama-sama kita tahu, 15 tahun terakhir kita mengalami deindustrialisasi," kata Direktur Eksekutif Core Mohammad Faisal, Jakarta, Rabu (20/1/2021).
Advertisement
Faisal mengatakan, pemulihan sektor manufaktur akan berdampak langsung terhadap pemulihan ekonomi secara umum. Sebab, selama ini sektor manufaktur memegang peranan penting dalam menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Memang ini tidak pemulihan untuk jangka pendek atau short term tapi untuk jangka panjang tidak hanya dikulitnya saja tapi sampai kepada transformasi yang fundamental dan struktural sehingga lebih kuat dan berkelanjutan pemulihan ekonomi kita ke depan," paparnya.
Pada saat pandemi Virus Corona menyerang Indonesia, manufaktur adalah sektor yang paling terpukul. Bahkan pertumbuhan sektor industri manufaktur berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.
"Pertumbuhan industeri manufaktur berada dibawah pertumbuhan ekonomi nasional, ini terjadi pada saat pandemi. Industri manufaktur terdampak lebih dalam dibanding sektor-sektor yang lain. Artinya masalah upaya mengembalikan ini jadi pekerjaan utama," jelasnya.
Dia menekankan, perbaikan sektor industri terutama manufaktur menjadi sangat penting ke depan. "Sektor ini, sektor yang paling besar sumbangsihnya terhadap ekonomi kita dan salah satu yang paling besar menyerap tenaga kerja kita," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Indeks Manufaktur Indonesia Naik ke Level 51,3 di Desember 2020
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin), Agung Gumiwang Kartasasmita, memastikan aktivitas industri manufaktur di tanah air menunjukkan kinerja yang gemilang pada bulan terakhir tahun 2020. Meskipun masih di tengah tekanan berat akibat pandemi Covid-19, geliat industri manufaktur di dalam negeri terus berupaya bangkit menembus fase ekspansif.
Menurutnya, hal tersebut tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Desember 2020 yang tercatat di level 51,3. Atau naik dibanding capaian bulan sebelumnya yang berada di posisi 50,6.
"Ini capaian yang luar biasa, saya berterima kasih kepada para pelaku industri yang tetap berusaha semaksimal mungkin mengoptimalkan sumber daya yang ada di tengah keterbatasan yang ada. Hal ini juga menunjukkan bahwa langkah-langkah kebijakan Kementerian Perindustrian mampu mendorong hal ini," kata Menperin Agus di Jakarta, Senin (4/1).
Menperin Agus mengungkapkan, peningkatan indeks ini didukung adanya pertumbuhan pesanan baru, yang mengacu ekspansi solid pada output. "Kenaikan ini merupakan tercepat kedua dalam sejarah survei selama hampir sepuluh tahun," terangnya.
Dia menyebut, terdapat tiga subsektor yang diproyeksi mampu mencatatkan akselerasi pertumbuhan ciamik pada 2021, yakni industri makanan, minuman, serta kertas dan barang dari kertas. Kementeriannya mencatat, industri minuman misalnya, dapat tumbuh 4,39 persen secara tahunan pada 2021.
Agus menyatakan, pihaknya akan memberikan perhatian khusus pada beberapa sektor manufaktur, seperti industri farmasi, produk obat, kimia, obat tradisional, bahan kimia, barang dari bahan kimia, logam dasar, dan makanan.
Untuk tahun ini, pertumbuhan industri tersebut diperkirakan kembali ke jalur positif. Seluruh subsektor manufaktur digadang-gadang kembali bergairah.
"Dengan asumsi pandemi sudah bisa dikendalikan dan aktivitas ekonomi sudah bisa kembali pulih, kami memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur pada 2021 akan tumbuh 3,95 persen," ucapnya.
Optimisme tersebut sejalan dengan investasi pada industri pengolahan nonmigas yang masih tumbuh positif. Pasalnya, kendati pertumbuhan PDB diproyeksikan terkontraksi 2,22 persen pada 2020, nilai investasinya justru meningkat dan berpotensi melonjak tahun ini.
"Sepanjang 2020, nilai investasi industri pengolahan nonmigas diperkirakan mencapai Rp265,28 triliun atau naik 24,48 persen dari realisasi investasi pada 2019 senilai Rp213,11 triliun. Pada tahun ini, investasi diproyeksikan naik 21,97 persen menjadi Rp323,56 triliun," tandasnya.
Advertisement