Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada pada Badan Informasi dan Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun Anggaran 2015.
Dua tersangka tersebut yakni Kepala BIG 2014-2016 Priyadi Kardono (PRK) dan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun 2013-2015 Muchamad Muchlis (MUM).
Advertisement
"KPK telah menyelesaikan penyelidikan dengan mengumpulkan informasi dan data hingga terpenuhinya bukti permulaan yang cukup, dan KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam jumpa pers, Rabu (20/1/2021).
Lili mengatakan, pihaknya meningkatkan status penanganan perkara ini sejak September 2020.
Menurut Lili, kedua tersangka ini diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan CSRT pada BIG bekerjasama dengan LAPAN Tahun 2015.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rugikan Negara Rp 179,1 Miliar
Lili mengatakan, kasus ini bermula pada 2015, saat BIG bekerjasama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT.
"Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, PRK (Priyadi Kardono) dan MUM (Muchlis) diduga telah bersepakat untuk melakukan rekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh Pemerintah," kata Lili.
Lili mengatakan, keduanya telah melalukan beberapa kali pertemuan dengan pihak tertentu dan perusahaan calon rekanan sebelum proyek tersebut berjalan. Adapun perusahan rekanan yang ditentukan menerima proyek tersebut yakni PT AIP (Ametis Indogeo Prakarsa) dan PT BP (Bhumi Prasaja).
Untuk proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses Quality Control (QC).
"Diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar sejumlah Rp 179,1 miliar," kata Lili.
Atas perbuatannya, keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Advertisement