Liputan6.com, Jakarta Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rabu 20 Januari 2021 kemarin.
Edhy diperiksa sebagai tersangka sekaligus saksi untuk tersangka Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Advertisement
"Penyidik masih terus mendalami dan mengonfirmasi terkait barang bukti yang telah dilakukan penyitaan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (21/1/2021).
Beberapa barang bukti yang dikonfirmasi ke Edhy Prabowo oleh penyidik di antaranya berupa telepon seluler, sejumlah uang, dan beberapa dokumen yang ditemukan pada saat penggeledahan.
"Berupa handphone yang digunakan sebagai media komunikasi terkait dugaan permintaaan jatah fee kepada tersangka AF (Ainul Faqih-pengurus PT Aero Citra Kargo). Sejumlah uang yang ditemukan saat penggeledahan di rumah dinas jabatan Menteri, dan berbagai bukti dokumen yang terkait dengan perkara," kata Ali.
Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).
Edhy Prabowo diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Belanja Barang Merah
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.
Diduga upaya monopoli itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Advertisement