KPK Dalami Korupsi Pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi di BIG Lewat 5 Saksi

KPK telah menetapkan mantan Kepala BIG dan pejabat LAPAN sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan CSRT.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 21 Jan 2021, 12:15 WIB
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa lima saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada Badan Informasi dan Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun 2015.

Lima saksi tersebut yakni Kepala Bidang Pelayanan Teknis dan Promosi Pusfaktegan LAPAN tahun 2015 Henny Sulistyawati, Direktur PT Bhumi Prasaja Rasjid A Aladdin, Kepala Bidang Pustekdata LAPAN Ayom Widipaminto, Ketua Kelompok Kerja Citra Pusat Pemetaan Rupa Bumi dan Toponim (PPRT) BIG tahun 2015 Elyta Widyaningrum, dan Fungsional Surveyor Pemetaan Muda BIG tahun 2015 Agung Indrajit.

"Para saksi akan diperiksa untuk tersangka PRK (Priyadi Kardono, Kepala BIG tahun 2014-2016)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (21/1/2021).

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Dua tersangka tersebut yakni Kepala BIG 2014-2016 Priyadi Kardono (PRK) dan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun 2013-2015 Muchamad Muchlis (MUM).

 

Load More

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Kronologi Kasus

Kasus ini bermula pada 2015, saat BIG bekerja sama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT. Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga bersepakat melakukan rekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh Pemerintah.

Keduanya telah melalukan beberapa kali pertemuan dengan pihak tertentu dan perusahaan calon rekanan sebelum proyek tersebut berjalan. Adapun perusahan rekanan yang ditentukan menerima proyek tersebut yakni PT AIP (Ametis Indogeo Prakarsa) dan PT BP (Bhumi Prasaja).

Untuk proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses Quality Control (QC).

Diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar sejumlah Rp 179,1 miliar.

Atas perbuatannya, keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya