Harga Baja China Lebih Murah Dibanding Indonesia, Ini 3 Penyebabnya

Pemerintah China juga memberikan subsidi untuk kebijakan lingkungan. Hal ini dilakukan agar dapat menekan biaya produksi industri baja.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Jan 2021, 13:16 WIB
Suasana proyek pembangunan konstruksi LRT dan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (17/11/2020). Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak awal tahun menurunkan konsumsi dan utilitas industri baja konstruksi dan baja ringan konstruksi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan ada tiga faktor yang menyebabkan harga baja asal China lebih murah dibandingkan Indonesia. Salah satunya masalah pajak.

Iqbal menjelaskan, faktor pertama yang membuah harga baja China murah adalah adanya subsidi secara besar-besaran oleh Pemerintah China terhadap industri baja. Sehingga membuat harga jual baja asal China lebih murah dibandingkan baja dari Indonesia.

"Kenapa demikian harga baja China bisa murah sekali? Ya karena ada subsidi besar-besaran dari pemerintahnya terhadap produk-produk industri baja mereka ya," tegasnya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (21/1/2021).

Faktor kedua adalah Pemerintah China juga memberikan subsidi untuk kebijakan lingkungan. Hal ini dilakukan agar dapat menekan biaya produksi industri baja.

"Padahal di Indonesia, kebijakan lingkungan termasuk slag B-3 dan scrap tanpa impunitas harus ditanggung industri baja. Sehingga menjadi beban finansial industri dan meningkatkan biaya produksi," jelasnya.

Terakhir, Pemerintah China dinilai lebih inisiatif untuk melahirkan berbagai regulasi yang ramah lingkungan bagi sektor industri yang berorientasi ekspor. Salah satunya melalui kebijakan pemotongan pajak ekspor atau tax rebate.

"Pemerintah China juga memberikan tax rebate. Sehingga ketika di impor maka harga baja china menjadi murah," tutupnya.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Diserbu Produk China, 100 Ribu Pekerja Industri Baja Terancam PHK

Suasana proyek pembangunan konstruksi LRT dan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (17/11/2020). Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak awal tahun menurunkan konsumsi dan utilitas industri baja konstruksi dan baja ringan konstruksi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Industri baja dalam negeri tengah menghadapi tekanan disebabkan baja murah dari China yang membanjiri Indonesia. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan baja lokal tidak bisa bersaing dari sisi harga.

Jika terus dibiarkan, maka 100 ribu karyawan diprediksi akan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini diungkapkan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.

"Baja impor terutama dari China dijual sangat murah di Indonesia, dan jika dibiarkan industri baja nasional akan gulung tikar dan 100 ribu karyawan terancam PHK. Industri baja sekarang menghadapi kesulitan yang luar biasa, apalagi saat ini tengah pandemi Covid-19," ungkap Said dalam konferensi pers virtual pada Kamis (21/1/2021).

Potensi PHK ini, kata Said, akan semakin menekan kondisi perekonomian negara di tengah pandemi. Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah segera mengambil tindakan untuk melindungi industri dalam negeri.

Untuk menghindari PHK massal itulah, KSPI mengimbau Kementerian Perdagangan (Kemendag), dalam hal ini Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) melanjutkan perlindungan safeguard untuk produk I-H section. "Safeguard sangat penting guna melindungi produk dalam negeri dari maraknya produk impor murah," tuturnya.

Di sisi lain, lanjutnya, ketika safeguard kepada pabrik baja nasional tidak diperpanjang, dikhawatirkan perusahaan tidak bisa bersaing dengan produk impor murah. Akibatnya, industri akan menutup beberapa unit usaha dan PHK massal tidak bisa dihindari.

"Kalau tidak ada safeguard maka akibatnya akan ada konflik sosial berkepanjangan, dan ini akan menambah pekerjaan rumah pemerintah. Toh tidak ada yang dirugikan dengan izin safeguard, pertumbuhan ekonomi menjadi bisa didorong di tengah pandemi," kata Said.

Mengenai maraknya baja impor, Said mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yakni hingga akhir 2019, besi dan baja menempati posisi ketiga komoditas impor non-migas yang masuk ke Indonesia. Nilainya mencapai USD 7,63 miliar atau berkisar Rp 106,8 Triliun.

"Produksi baja China pada 2021 ini diprediksi mencapai 1.068 juta ton, sedangkan tahun lalu itu sekitar 1.045 juta ton," ungkap Said.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya