Jam Kerja Dipotong 50 Persen, Industri Kehilangan Pendapatan Rp 360 Triliun

Sekitar 24 juta tenaga kerja telah kehilangan separuh jam kerjanya selama masa pandemi Covid-19 ini.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 21 Jan 2021, 14:42 WIB
Pekerja kantoran melintasi trotoar di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (6/1/2021). Selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021, aktivitas bekerja di kantor diperketat dengan sistem work from home (WFH) 75 persen. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan, sekitar 24 juta tenaga kerja telah kehilangan separuh jam kerjanya selama masa pandemi Covid-19 ini.

Perhitungan itu disebutnya telah mendapatkan konfirmasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa jam kerja untuk 24 pekerja yang bergerak di sektor industri telah berkurang sekitar 50 persen.

"Ada sekitar 24 juta tenaga kerja yang kehilangan jam kerja. Bukan kehilangan jam kerja secara utuh, tapi jam kerja dan minimal separuh dari waktu kerjanya per minggu," kata Suharso secara virtual, Kamis (21/1/2021).

"Mungkin dia kerja 40 jam per minggu, mungkin dia kehilangan 20 jam per minggu," dia menjelaskan.

Adapun jumlah 24 juta pekerja tersebut mayoritas berasal dari sektor industri manufaktur dan pariwisata. Imbasnya, sekitar Rp 360 triliun pendapatan ikut raib gara-gara adanya pemotongan jam kerja.

"Akibatnya, sektor pariwisata dan industri menurut perhitungan kami sekitar Rp 360 triliun penghasilan yang hilang," tegas Suharso.

Suharso mengatakan, penurunan pendapatan tersebut baik secara langsung dan tak langsung turut berpengaruh terhadap konsumsi daya beli masyarakat, yang menipis di tengah pandemi Covid-19.

"Kalau kita hitung-hitung sampai dengan industri impact dan indirect impact itu sudah mendekati angkat Rp 1.000 triliun. Ini menjelaskan mengapa daya beli itu berkurang. Kita tahu bahwa yang men-drive GDP adalah konsumsi rumah tangga," tuturnya.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jumlah Pekerja Manufaktur yang Terkena PHK Capai 1,8 Juta Orang di 2020

Suasana aktivitas pekerja mitra UKM pilot sedang mengikuti program pelatihan dan pendampingan basic mentality dan 5 R oleh instruktur YDBA di Solo, Jawa Tengah, Selasa (10/9/2019). Pada tahap awal program sektor unggulan tersebut melibatkan 7 UKM di bidang manufaktur. (Liputan6.com/HO/Eko)

 Pandemi Corona Covid-19 membuat jumlah pengangguran di Indonesia meningkat. Hal tersebut terlihat dari jumlah angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga Agustus 2020.

"Jumlah tenaga kerja industri manufaktur menurun tajam selama pandemi, berkurang 1,8 juta orang pada Agustus 2020 dibanding Agustus 2019," ujar Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, Jakarta, Rabu (20/1/2021).

Penurunan jumlah tenaga kerja industri manufaktur tersebut tertinggi dibandingkan sektor lain. "Penurunan tertinggi dibanding sektor lain. Memang ada sektor lain yang menurun, konstruksi, pengolahan mengalami penurunan," jelas Faisal.

Lebih lanjut, Faisal mengatakan, tingkat utilisasi industri manufaktur secara umum turun drastis dari 75 persen saat sebelum pandemi menjadi 40 persen saat pandemi.

"Setelah kuartal II 2020, utilisasi sektor industri manufaktur sedikit meningkat tapi baru disekitar 50 persen. Masalah pengangguran adalah isu sentral saat kita mengalami pandemi ada gelombang PHK," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya