Liputan6.com, Jakarta - Hasil Survei UNDP Indonesia menyebutkan UMKM di Indonesia mengalami kesulitan dari sisi keuangan selama masa pandemi covid-19, salah satunya kesulitan dalam membayar biaya sewa tempat.
“Ada tiga dampak keuangan utama yang di yang dirasakan oleh para UMKM, yang pertama mereka kesulitan untuk membayar hutang, kemudian membayar biaya tetap seperti sewa tempat, dan yang terakhir kesulitan pembayaran gaji karyawan,” kata Ekonom UNDP Indonesia Rima Prama Artha, dalam Jakpost UpClose #27: COVID-19's impact on Indonesian MSMEs, Kamis (21/1/2021).
Advertisement
Adapun survei ini dilakukan kepada 1100 UMKM yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia, yang mana 60 persen diantaranya berasal dari Pulau Jawa, dan 40 persen berada di luar pulau Jawa. Survei ini dilakukan pada bulan Agustus tahun 2020.
Lebih lanjut Rima menjelaskan, dari sisi jenis kelamin pemilik usaha terdapat perbedaan terkait masalah keuangan. Bagi pemilik UMKM perempuan, mayoritas kesulitan utamanya adalah pembayaran hutang, sementara untuk pemilik usaha laki-laki ini lebih kesulitan membayar biaya tetap rental sewa tempat.
Menurutnya, mayoritas ini sebenarnya merasakan dampak yang negatif dari sisi omzet penjualan, laba, aset, dan juga penurunan jumlah karyawan. Penurunan jumlah karyawan ini terjadi untuk semua tipe jenis usaha kecuali kelompok mikro, sebab usaha mikro jumlah karyawannya tidak terlalu banyak.
“Jadi di sini bisa dilihat paling besar 88 persen itu merasakan adanya penurunan profit, sementara untuk penurunan tenaga kerja ini paling dirasakan oleh usaha menengah dan besar 79 persen yang menyatakan bahwa mereka harus mengurangi jumlah karyawannya,” jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Berdampak Signifikan
Selain dampak kesulitan dari sisi keuangan, UMKM juga merasakan dampak yang signifikan dari sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran ada 2 hal utama, yakni pertama sebanyak 47 persen dari UMKM ini menyatakan mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku produksi.
Kemudian 75 persen dari UMKM juga merasakan adanya kenaikan dan harga harga bahan baku sehingga sulit mereka berproduksi. Kedua, dari sisi permintaan, 90 persen dari UMKM menyatakan permintaan dari produk mereka sangat menurun akibat pandemi covid-19.
“UMKM juga merasa kesulitan untuk menentukan harga karena fluktuasi dari bahan baku. yang terakhir mereka juga menyebutkan terutama di awal pandemi ada PSBB ketat yang membuat para UMKM kesulitan untuk mendistribusikan barang dagangannya,” ujarnya.
Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, para pelaku UMKM melakukan adaptasi dengan cara bertransformasi dari offline menjadi online. Sehingga jumlah UMKM yang berpindah menjadi online meningkat, dari sebelumnya 28 persen menjadi 44 persen.
“Akan tetapi transisi ini belum setinggi yang kita harapkan karena mereka masih mengalami kendala juga untuk mengoperasikan online,” pungkasnya.
Advertisement