Liputan6.com, Jakarta - Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut bahwa konsep Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) yang disampaikan calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo berbeda dengan masa orde baru atau 1998.
Deputi V KSP Jaleswari Pramodawardhani mengatakan, konsep Pam Swakarsa kali ini sesuai dengan amanat UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
Advertisement
"Konsep keterlibatan pengamanan swakarsa yang dimaksud Kapolri adalah salah satu amanat UU 2/2002 tentang Polri, di mana Polri berkewajiban melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis," kata Jaleswari dikutip dalam siaran persnya, Kamis (21/1/2021).
Adapun rinciannya tertuang dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020. Aturan itu menjelaskan pelaksanaan amanat UU Polri yang mengatur beberapa aspek terkait Pam Swakarsa.
"Mulai dari bentuk satuan pengamanan (satpam), satuan keamanan lingkungan (satkamling), hingga kewajiban perizinan yang dikeluarkan oleh Polri," kata Jaleswari.
Dia memahami banyak pihak yang khawatir Pam Swakarsa 98 akan dihidupkan kembali. Namun, Jaleswari menekankan pentingnya fungsi dari Pam Swakarsa.
Pertama, memberikan porsi peran bagi masyarakat untuk bersama-sama Polri memaksimalkan upaya menjaga keamanan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, mencegah agar tak ada praktik main hakim sendiri.
"(Kedua) mencegah praktik eigenrichting atau main hakim sendiri karena di tingkat masyarakat ada kejelasan legitimasi porsi dan kualifikasi masyarakat seperti apa yang bisa turut serta membantu tugas Polri lewat mekanisme perizinan yang ada," tutur Jaleswari.
Sebelumnya, Komjen Listyo Sigit Prabowo menyatakan ingin menghidupkan kembali Pam Swakarsa jika menjadi Kapolri. Sigit ingin Pam Swakarsa diaktifkan untuk pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dia mengatakan, Polri akan mengintegrasikan Pam Swakarsa dengan teknologi informasi dan fasilitas yang ada. Hal ini agar Pam Swakarsa bisa tersambung dengan petugas kepolisian yang ada.
"Kita integrasikan dengan perkembangan teknologi informasi dan fasilitas yang ada di Polri sehingga bagaimana Pam Swakarsa ini tersambung dengan petugas kepolisian," ujar Listyo saat uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri di Komisi III DPR RI, Rabu 20 Januari 2021.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kritik KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memberikan catatan atas rencana calon Kapolri Listyo Sigit Prabowo menghidupkan kembali Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa).
Peneliti KontraS Danu Pratama menyampaikan, sejak 2020 lalu pihaknya telah memberikan sikap atas dikeluarkannya Peraturan Polisi Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pam Swakarsa.
"Sebenarnya catatan KontraS belum berubah dari beberapa waktu itu kita keluarkan. Pada intinya yang kita soroti dari Pam Swakarsa ini adalah dalam Peraturan Polisi yang mengatur itu, banyak sekali celah hukum yang tidak memberikan jaring-jaring pengaman yang cukup kepada masyarakat dari beberapa hal," tutur Danu saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (21/1/2021).
Menurut Danu, tiga permasalahan yang mesti ditangani atas Pam Swakarsa adalah adanya potensi konflik horizontal, tindak kekerasan, dan pengerahan atau pun penggunaan wewenang yang tidak selaras dengan aturan hukum. Pengukuhan suatu organisasi sebagai Pam Swakarsa pun dinilai menjadi diskresi yang terlalu besar dari Polri.
"Di peraturan polisinya yang memang diatur secara lengkap soal satpam dan satkamling. Mulai dari mekanisme pengukuhan, wewenang, tugas, dan lainnya. Namun perlu diingat, selain satpam dan satkamling dinyatakan juga bahwa Pam Swakarsa bisa berasal juga dari pranata sosial atau kearifan lokal. Di sini diberi contoh pecalang di Bali, siswa bhayangkara, dan lain sebagainya," jelas dia.
Dari situ, sambung Danu, yang menjadi masalah adalah tidak adanya suatu kualifikasi atau pun syarat tertentu yang bisa diketahui publik terkait organisasi mana saja yang bisa dijadikan Polri sebagai Pam Swakarsa. Esensinya, Pam Swakarsa merupakan bentuk pengamanan asli masyarakat yang kewenangnya dibatasi oleh lokasi di mana dia dibentuk.
"Bagaimana ketika organisasi yang nantinya dikukuhkan sebagai Pam Swakarsa itu adalah organisasi yang memiliki keanggotaan yang sangat besar. Misalnya dia organisasi di tingkat wilayah atau provinsi atau pun bahkan di tingkat nasional. Maka esensi pengamanan swadaya masyarakat yang memiliki batasan tempat sebagaimana diatur dalam UU Polri itu akan menjadi hilang. Karena nanti kekuasaannya akan sangat besar," bebernya.
Danu mengatakan, konsekuensi yang muncul nantinya adalah bagaimana Polri melakukan pengawasan terhadap seluruh anggota Pam Swakarsa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Terlebih, Kontras mencatat sulitnya menagih akuntabilitas aparat kepolisian saat kedapatan melakukan tindak kekerasan atau pelanggaran HAM.
"Bagaimana kalau ada penyalahgunaan wewenang, sanksinya seperti apa. Itu yang tidak muncul dalam Peraturan Polisi Nomor 4 Tahun 2020 ini," Danu menandaskan.
Advertisement