Liputan6.com, Jakarta - Para peneliti mengatakan bahwa SARS-CoV-2 adalah Virus Corona yang mutasinya relatif lambat. Mutasi adalah perubahan pada material genetika virus yang terjadi secara acak.
Memerjelas hal tersebut, ahli genomika molekuler, Riza Putranto menambahkan bahwa Virus Corona penyebab COVID-19 ini tergolong dalam virus RNA karena material genetikanya adalah RNA. Virus ini memang mutasinya relatif lambat.
Advertisement
“Relatif lambat dibandingkan dengan siapa? Relatif lambat dibandingkan dengan sesama virus RNA lainnya,” ujar Riza kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Kamis, 21 Januari 2021.
Contoh virus RNA lainnya adalah virus influenza. Virus ini bermutasi dua kali lebih cepat dibandingkan SARS-CoV-2.
“Kalau mau diterjemahkan dalam angka, SARS-CoV-2 itu punya kecepatan perubahan (mutasi) dua kali per bulan atau 24 hingga 29 kali per tahun,” katanya.
Hitungan matematis dari para ilmuwan tersebut menunjukkan bahwa mutasi yang terjadi pada Virus Corona penyebab COVID-19 tersebut termasuk lambat.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini
Makin Tinggi Kasus, Makin Cepat Mutasi Terjadi
Walau SARS-CoV-2 tergolong Virus Corona yang lambat bermutasi, tapi tingkat kasus di suatu wilayah atau negara dapat memengaruhi kecepatan mutasinya.
Semakin tinggi kasus infeksi di suatu wilayah maka mutasi yang terjadi pun semakin cepat dan bahkan bisa terjadi secara majemuk.
“Mutasi yang muncul dari negara-negara seperti Brasil, Inggris, dan Afrika Selatan adalah mutasi-mutasi yang kita sebut sebagai mutasi majemuk. Jadi, perubahannya banyak di berbagai tempat di material genetik termasuk di protein spike-nya,” katanya.
Mutasi Virus Corona di Brasil, Inggris, dan Afrika Selatan terjadi dalam kurun waktu yang relatif cepat karena kasus di negara-negara tersebut tinggi. Brasil telah lebih dari 8 juta kasus, Inggris sekitar 3 juta kasus, dan Afrika Selatan lebih kurang 1 juta kasus.
“Jadi saking tingginya kasus, potensi yang seharusnya berubah hanya satu dua masa per bulan menjadi relatif lebih cepat," Riza menekankan.
Advertisement