Google Ancam Setop Layanan Mesin Pencari di Australia, Kenapa?

Google mengancam akan menghentikan layanan mesin pencari Google Search mereka di Australia, apa sih penyebabnya?

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 22 Jan 2021, 12:45 WIB
Seorang teknisi melewati logo mesin pencari internet, Google, pada hari pembukaan kantor baru di Berlin, Selasa (22/1). Google kembali membuka kantor cabang yang baru di ibu kota Jerman tersebut. (Photo by Tobias SCHWARZ / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Google mengancam akan menghentikan layanan mesin pencari (Google Search) di Australia.

Ultimatum ini dikeluarkan Google jika Australia menerbitkan undang-undang yang memaksa Google (dan perusahaan teknologi lain seperti Facebook) untuk membayar tiap penerbit berita atas konten mereka yang tayang di Google Search.

"Jika aturan ini menjadi undang-undang, kami tidak memiliki pilihan lain selain berhenti menyediakan Google Search di Australia," kata Wakil Presiden Google Australia dan Selandia Baru Meg Silva kepada Komite Legislasi Ekonomi Senat Australia, seperti dikutip The Verge, Jumat (22/1/2021).

Lebih lanjut, Silva mengatakan, kesimpulan ini diambil setelah pihak Google melihat rancangan undang-undang itu secara rinci.

"Kami tidak melihat opsi apa pun, dengan risiko keuangan dan operasional bahwa kami dapat terus menawarkan layanan di Australia," kata Silva.

Google menyebut, pihaknya sudah melobi rencana Australia ini selama berbulan-bulan. Perusahaan pun bersikeras ini bukanlah ancaman.

Menurut perusahaan, Australia berupaya meminta Google membayar tiap tautan, cuplikan, dan artikel berita yang ditampilkan di Google Search, termasuk juga di Google News.

"Ini akan membawa preseden yang tidak bisa dipertahankan untuk bisnis kami, ekonomi digital, dan tidak cocok dengan cara kerja mesin pencarian," kata Google.

Sebelumnya, pada Agustus 2020, Komisi Kompetisi dan Konsumer Australia yang merancang aturan menyebut, aturan ini tidak akan berdampak pada bisnis mesin pencari Google.

"Google tidak akan diharuskan membebankan biaya kepada warga Australia yang menggunakan layanan gratisnya seperti Google Search dan YouTube, kecuali Google memilih untuk demikian," kata Komisi tersebut.


Bicara Soal Posisi Tawar

Kantor Google Indonesia di SCBD. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Dalam pernyataan Silva, Google menyebut, pihaknya lebih memilih membayar penerbit khusus untuk Google News-nya.

Sebelumnya Google juga mengumumkan program untuk membayar penerbit di Australia, Jerman, dan Brasil pada Juni lalu.

Namun tampaknya Australia tidak menganggap tawaran Google ini cukup. Komisi percaya, undang-undang yang mereka usulkan membahas soal keseimbangan dan posisi tawar signifikan antara bisnis media pemberitaan Australia dengan Google ataupun Facebook.


Aturan juga Bidik Facebook

Ilustrasi Facebook. (Foto: Fox News)

Aturan yang dimaksud bernama News Media Bargaining Code. Kini aturan ini masih berbentuk rancangan undang-undang. Selain menarget Google, aturan ini juga membidik Facebook terkait dengan konten berita yang ada di platformnya.

Australia menganggap, perusahaan-perusahaan raksasa teknologi mendapatkan keuntungan yang tidak proporsional dalam hal pendapatan iklan. Padahal sebagian konten mereka berasal dari organisasi dan situs berita.

Sejak itu, industri media terdampak pandemi Covid-19. Laporan The Guardian bahkan menyebut ada ratusan koran Australia yang terpaksa harus mem-PHK jurnalisnya atau menutup kantor karena bisnis periklanan di media cetak tumbang.

Tak hanya Google, Facebook yang disasar oleh aturan ini pun sempat mengancam untuk memblokir semua berita ditayangkan di Australia.

Keduanya perusahaan menyebut, pemblokiran ini merupakan skenario terburuk yang mungkin terjadi.

(Tin/Ysl)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya