Liputan6.com, Pekanbaru - Pembuktian pemerasan kepala sekolah di Indragiri Hulu terus berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Lima orang kepala sekolah yang diperas petinggi Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat memberikan kesaksiannya.
Korban petinggi Kejari Indragiri Hulu saat itu yang dihadirkan adalah Saptuju, Agung, Agus, Tiwi, dan Wisnarni. Kesaksian mereka didengarkan para terdakwa, masing-masing mantan Kepala Kejari Hayin Suhikto SH MH, mantan Kepala Seksi Pidana Khusus Ostar Alpansri SH, dan mantan Kasubsi Barang Rampasan Rionald Febri Rinaldo SH.
Baca Juga
Advertisement
Saptuju kepada Ketua Majelis Hakim Saut Maruli Tua Pasaribu SH MH mengatakan pernah bertemu dengan 10 kepala sekolah. Salah satunya Eka Satria selaku Ketua Musyawarah Kelompok Kerja Kepala Sekolah pada 4 Juni 2020.
"Masing-masing sekolah menyerahkan Rp10 juta, setelah terkumpul barulah diserahkan ke pihak kejaksaan," kata Saptuju.
Sebelum penyerahan uang, Saptuju bersama dua kepala sekolah lainnya menghitung uang yang terkumpul secara manual. Dia menyebut ada 44 kepala sekolah yang menyerahkan uang dengan jumlah berbeda.
"Itu uang pribadi, total uang terkumpul Rp660 juta. Kemudian, yang menyerahkan uang ke kejaksaan Pak Eka, sementara Sudarmono membuntuti dari belakang," jelasnya.
Kepada hakim, Saptuju juga mengakui pernah mengajukan surat pengunduran diri. Surat itu disampaikan ke bupati dan kepala dinas pendidikan karena tidak nyaman diminta uang oleh oknum jaksa.
"Mengundurkan diri karena tidak nyaman. Takut terulang kembali karena dana BOS ada setiap tahun, surat itu belum ada jawaban dan sekarang masih kepala sekolah," katanya.
Simak video pilihan berikut ini:
Terdakwa Mengaku Salah
Sementara saksi Agung, Agus, Tiwi, dan Wisnarni mengatakan, uang terkumpul diserahkan ke petinggi Kejari kala itu adalah terdakwa Rionald. Uang terkumpul Rp660 juta tapi yang sampai ke tangan jaksa hanya Rp615 juta.
"Kekurangan itu dipakai untuk perpisahan dengan Pak Eka di Tugu Patin," kata saksi.
Terdakwa Ostar tak membantah keterangan para saksi ini. Dia mengaku telah berbuat salah tapi menyatakan penjelasan sejumlah saksi terlalu banyak drama.
"Seperti kesaksian yang menyebut ada ancaman itu dan ini, terlalu banyak dramanya," tegas Ostar.
Perkara ini bermula dari laporan LSM terkait pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Para kepala sekolah dinilai melanggar aturan sehingga jaksa mulai memanggil perwakilan kepala sekolah.
Bukannya mengusut dugaan penyelewengan dana BOS itu, terdakwa tadi malah meminta uang agar kasusnya tak dilanjutkan. Total ada Rp1,5 miliar uang setoran kepada sekolah ke terdakwa dari tahun 2019 hingga Juni 2020.
Advertisement