Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Bank Syariah Indonesia (BSI), Hery Gunardy, mengatakan perusahaan gabungan ini akan mengantongi restu dari regulator pada Januari 2021. Setelah itu, bank tersebut baru akan melakukan legal merger pada 1 Februari untuk resmi berdiri.
"1 Februari ini akan terjadi legal merger, dan di sini momen Indonesia punya bank syariah terbesar. BSI sendiri belum berdiri, karena formalnya setelah legal merger," kata Hery dalam Webinar Masyarakat Ekonomi Syariah 7th Indonesia Islamic Economic Forum (IIEF) pada Jumat (22/1/2021).
Advertisement
BSI merupakan penggabungan tiga bank syariah Himbara yaitu Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah. Kementerian BUMN akan menjadi ultimate shareholder.
Penggabungan tiga bank ini membuat BSI memiliki total 1.785 ATM, 1.120 kantor cabang, dan 20.094 karyawan. Sementara total nasabah lebih dari 14,9 juta.
Kehadiran BSI diharapkan meningkatkan penetrasi bank syariah di Indonesia yang saat ini masih rendah. Padahal kata Hery, potensi bank syariah di Indonesia sangat besar sebagai negara dengan mayoritas muslim, yang berpotensi untuk pengembangan ekosistem halal.
Hery mengatakan, potensi industri halal Indonesia mencapai Rp 6.545 triliun termasuk dari bisnis makanan, fashion, farmasi dan kosmetik, serta bank syariah.
Rendahnya penetrasi ini disebabkan beberapa hal yang menjadi tugas utama untuk diatasi, yaitu literasi dan inklusi mengenai keuangan atau perbankan syariah. Saat ini belum begitu banyak masyarakat yang paham, sehingga enggan menggunakan produk dan layanan keuangan syariah.
Semakin banyak masyarakat mengerti, maka akan meningkat pula yang menggunakan produk dan layanan syariah. Hal ini akan meningkatkan penetrasi perbankan syariah di Indonesia.
"Itu yang harus kita lakukan, meningkatkan literasi lalu meningkat keinklusi," tutur Hery.
Sementara dari sisi syariah juga harus mengejar ketertinggalan, baik dalam hal alokasi Sumber Daya Manusia (SDM), keterbatasan produk, dan teknologi.
"Yang harus kita bangun itu adalah bagaimana membangun syariah modern untuk menciptakan berbagai produk dan layanan kompetitif yang sifatnya prima, sehingga nasabah datang ke bank karena layanan dan produknya bagus," jelas Hery.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Erick Thohir Bongkar Penetrasi Bank Syariah di Indonesia, Kalah Jauh dari Malaysia
Menteri BUMN Erick Thohir, menyoroti tingkat penetrasi bank syariah Indonesia yang masih rendah. Bahkan jika dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, tingkat penetrasinya sangat jauh tertinggal.
"Data penetrasi bank syariah kita masih rendah kalau kita bandingkan dengan Turki dan Yordania. Jangan bandingkan dengan Malaysia, padahal tetangga tapi jauh sekali," jelas Erick dalam Webinar Masyarakat Ekonomi Syariah 7th Indonesia Islamic Economic Forum (IIEF) pada Jumat (22/1/2021).
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, penetrasi pasar bank syariah di Indonesia masih sangat rendah yaitu 4,1 persen. Sementara Malaysia sudah mencapai 29 persen, Yordania 16,4 persen, dan Turki 6,1 persen.
Oleh sebab itu, pemerintah terus berusaha meningkatkan penetrasi bank syariah. Terlebih lagi, pergeseran minat penduduk Indonesia terhadap konsep syariah sudah mulai terjadi sejak 2016.
Salah satu upaya yang dilakukan dengan menggabungkan tiga bank syariah Himbara yaitu Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah di bawah bendera Bank Syariah Indonesia (BSI).
Penggabungan tiga bank syariah ini, kata Erick, merupakan salah satu terobosan Kementerian BUMN untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia.
"Ekonomi syariah ini merupakan opsi yang harus diprioritaskan, dan kita harus lakukan intervensi agar ada keberpihakan yang lebih baik. Kami beranikan membuat terobosan dengan rencana merger bank syariah yang ada di Himbara," tutur Erick.
"Melalui hasil merger ini, kita bisa buktikan negara dengan mayoritas muslim, punya bank syariah yang kuat secara fundamental," sambungnya.
Advertisement
Potensi Bank Syariah di Indonesia
Direktur Utama BSI, Hery Gunardy, mengatakan potensi bank syariah di Indonesia sangat besar sebagai negara dengan mayoritas muslim, yang berpotensi untuk pengembangan ekosistem halal.
Hery mengatakan, potensi industri halal Indonesia mencapai Rp 6.545 triliun termasuk dari bisnis makanan, fashion, farmasi dan kosmetik, serta bank syariah.
"Semua ini menunjukkan bahwa Indonesia punya potensi luar biasa, ada istilahnya Indonesia ini raksasa untuk bisnis keuangan syariah dan halal yang sedang tidur. Jadi harus dibangunkan agar kita bisa jadi pemain yang disegani, serta memberikan kontribusi positif di bisnis keuangan atau ekonomi syariah lokal dan global," kata Hery.