Jadi Tuan Rumah Ekonomi Syariah, Kepala BI Sumsel : Indonesia Harus Bisa

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatera Selatan (Sumsel) Hari Widodo meyakini jika Indonesia bisa menjadi tuan rumah ekonomi syariah.

oleh Nefri Inge diperbarui 23 Jan 2021, 13:30 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan Indonesia akan belajar dari Malaysia dalam mengelola ekonomi syariah. Merdeka.com/Yayu

Liputan6.com, Palembang - Potensi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sangat besar. Bahkan Indonesia berada di peringkat ke empat ekonomi dan keuangan syariah global.

Di mana, Malaysia menjadi peringkat pertama, disusul oleh Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab (UEA).

Hal tersebut diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatera Selatan (Sumsel) Hari Widodo, saat menjadi narasumber Webinar ‘Proyeksi 2021, Menakar Kekuatan Ekonomi Syariah di Sumsel’ yang digelar oleh Jurnalis Ekonomi Syariah (JES) Palembang, Kamis (21/1/2021).

Diungkapkannya, sektor ekonomi syariah lainnya seperti wisata halal, kosmetik dan produk kecantikan, obat dan kesehatan, fesyen dan zakat, sangat besar potensinya di Indonesia.

"Indonesia harus bisa menjadi tuan rumah bagi ekonomi syariah. Jangan hanya sebagai sasaran industri ekonomi syariah saja," ujarnya, Jumat (22/1/2021).

Kepala OJK Kantor Regional VII Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) Untung Nugroho mengakui, besarnya potensi ekonomi syariah di Indonesia, bahkan juga di Sumsel.

Menurutnya, kekuatan ekonomi syariah Indonesia kini semakin kuat. Terutama dengan mergernya tiga bank syariah menjadi Bank Syariah Indonesia, dengan total aset yang lebih besar.

Besarnya potensi ini juga, memiliki hambatan yakni pertama masih rendahnya market share di tingkat Sumsel. Yang hanya enam persen atau lebih kecil dibanding market share nasional.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :


Literasi Keuangan Syariah

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatera Selatan (Sumsel) Hari Widodo (Dok. Humas Jurnalis Ekonomi Syariah (JES) Palembang / Nefri Inge)

Lalu, literasi keuangan syariah juga masih rendah yakni indeks literasi 8,9 persen dan inklusi syariah sebesar 9,1 persen. Sementara itu indeks literasi dan inklusi nasional sebesar 38 dan 76 persen.

“Produk syariah masih terbatas dibanding produk perbankan konvensional. Dan juga adopsi teknologi belum memadai, dibanding bank konvensional dan kelima pemenuhan SDM belum optimal,” ujarnya.

Dia mengatakan, OJK memiliki kebijakan pengembangan keuangan syariah dengan memperkuat dukungan infrastruktur dan pembiayaan dari hulu dan hilir.

Serta mendorong lembaga jasa keuangan untuk membangun kawasan industri halal dan mendukung inisiatif bank wakaf mikro.

 


Disrupsi Ekonomi Syariah

Webinar ‘Proyeksi 2021, Menakar Kekuatan Ekonomi Syariah di Sumsel’ yang digelar oleh Jurnalis Ekonomi Syariah (JES) Palembang, Kamis (21/1/2021) (Dok. Humas Jurnalis Ekonomi Syariah (JES) Palembang / Nefri Inge)

Ditambahkan Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Sumsel Achmad Syamsuddin, ada tujuh disrupsi ekonomi syariah.

Yakni bonus demografi, pertumbuhan kelas menengah, urbanisasi, pembangunan infrastruktur, dana desa, teknologi digital dan saling ketergantungan global.

Ke tujuh faktor tersebut, lanjut Achmad Syamsuddin, ikut mempengaruhi perekonomian syariah. Seperti contohnya potensi wakaf di tanah air sangat besar yang mencapai Rp72 triliun.

Potensi zakat yang besar ini, bisa dimanfatakan dengan menggandeng fintech ramah zakat. Karena pemanfaatan teknologi digital saat ini sudah semakin mudah.

"Hambatan masih rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah perlu ditingkatkan untuk membangkitkan potensi ekonomi syariah," ucapnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya