BPPTKG: Volume Kubah Lava Gunung Merapi Masih Tergolong Kecil

Meski demikian, berdasarkan data pengamatan mingguan, BPPTKG mencatat volume kubah lava Gunung Merapi masih terus mengalami pertumbuhan.

oleh Rinaldo diperbarui 23 Jan 2021, 07:45 WIB
Gunung Merapi mengeluarkan lava pijar yang teramati dari Yogyakarta (7/1/2021). Menurut Kepala PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM Kasbani selain guguran lava pijar, Gunung Merapi juga mengeluarkan awan panas sebanyak empat kali arah kali Krasak. (AFP/Agung Supriyanto)

Liputan6.com, Jakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebut volume kubah lava Gunung Merapi yang hingga 21 Januari 2021 mencapai 104.000 meter kubik masih tergolong kecil jika dibandingkan saat erupsi 2006.

"Volume yang tumbuh sekarang ini masih kecil. Sebagai gambaran saja, pada 2006 itu (volume kubah lava) 3,5 juta meter kubik kalau tidak salah, tapi hitungannya jelas jutaan," kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida saat konferensi pers secara virtual di Yogyakarta, Jumat (22/1/2021).

Hanik mengatakan, pada masa erupsi 2006 pertumbuhan volume kubah lava mencapai 70 ribu meter kubik per hari dan jumlahnya terus meningkat. Sementara laju pertumbuhan saat ini rata-rata masih sebesar 8.600 meter kubik per hari.

Meski demikian, berdasarkan data pengamatan mingguan, BPPTKG mencatat volume kubah lava Gunung Merapi masih terus mengalami pertumbuhan.

Sebelumnya, per 14 Januari 2021 volume kubah lava masih sebesar 46.766 meter kubik dengan laju pertumbuhan sekitar 8.500 meter kubik per hari. Pada awal pekan ini kembali meningkat menjadi 85.000 meter kubik dan per 21 Januari menjadi 104.000 meter kubik.

Pertumbuhan kubah lava ini, kata Hanik, berdampak pada perubahan morfologi di sisi barat daya Gunung Merapi secara signifikan. Sedangkan di sisi tenggara hingga kini belum ada perubahan.

"Namun demikian, kita tetap harus konsentrasi dalam pengamatan yang ada di dalam kawah," kata dia seperti dikutip Antara.

Jika volume kubah lava terus tumbuh, sebaliknya itensitas kegempaan, deformasi atau perubahan bentuk tubuh Gunung Merapi, serta konsentrasi gas justru mengalami penurunan signifikan.

"Kegempaan internal 12 kali per hari, deformasi sudah berhenti 1 cm per hari, dan gas vulkanik CO2 saat ini 550 ppm dalam tren menurun," kata dia.

Sejak memasuki fase erupsi pada 4 Januari 2021, Hanik memperkirakan ke depan awan panas guguran yang meluncur dari Gunung Merapi intensitasnya fluktuatif.

"Mungkin bisa lebih intens, tetapi juga bisa berkurang," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Level III atau Siaga

Sementara itu, berdasarkan penilaian probabilitas erupsi Gunung Merapi, ia menyebutkan sampai saat ini probabilitas tertinggi masih erupsi efusif dengan persentase mencapai 43 persen.

Kendati demikian, erupsi eksplosif masih memungkinkan terjadi dengan persentase 20 persen, disusul probabilitas 18,8 persen untuk crypto eksplosif, dan 17,9 persen intrusi.

Dalam sepekan (15-21 Januari) BPPTKG mencatat guguran lava pijar teramati sebanyak 282 kali dengan jarak luncur maksimal 1.000 meter arah barat daya ke hulu Kali Krasak dan Kali Boyong.

Sedangkan awan panas guguran terjadi sebanyak 19 kali dengan jarak luncur maksimal 1.800 meter arah barat daya dan terekam pada seismogram dengan amplitudo maksimal 60 mm dan durasi 209 detik.

BPPTKG menyimpulkan aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih cukup tinggi berupa aktivitas erupsi efusif.

Status Gunung Merapi masih dipertahankan pada Level III atau Siaga dengan potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya meliputi sungai Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal 5 kilometer.

Sedangkan apabila terjadi letusan eksplosif, lontaran material vulkanik dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya