Liputan6.com, Bandung - Kepala UTD PMI Kota Bandung, dr Uke Muktimanah menyampaikan, hingga Rabu (20/1/2021), sekitar 170 penyintas Covid-19 di Kota Bandung telah menjadi pendonor plasma konvalesen. Sekitar 340 labu pun akhirnya terdistribusi ke sejumlah rumah sakit rujukan.
Diketahui, pemerintah pusat mulai mencanangkan Gerakan Nasional Pendonor Plasma Konvalesen pada 18 Januari 2021 lalu. Donor bisa dilakukan di PMI yang telah memenuhi sertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dari BPOM. PMI Kota Bandung telah memenuhi persyaratan tersebut sejak tahun 2018.
"Satu pendonor bisa diambil 400 sampai 600 cc plasma darah, per labu itu kan 200 cc. Rata-rata, dari 1 pendonor itu terkumpul 2 hingga 3 labu," ungkap Uke kepada Liputan6.com, Kamis (21/1).
Baca Juga
Advertisement
Uke menyampaikan, sesuai klasifikasi pendonor, ratusan labu itu didapatkan dari penyintas Covid-19 dengan gejala. Penyintas yang bergejala, katanya, memiliki titer antibodi yang lebih tinggi daripada orang tanpa gejala (OTG).
"Dengan gejala tubuhnya akan merespon banyak, maka titer antibodinya tinggi. Nah, titer antibodi ini yang dibutuhkan pasien. Terapi ini adalah imunisasi pasif," ungkapnya.
"Karenanya, persyaratan pendonor harus yang dirawat di rumah sakit, misalnya, bergejala sesak," imbuh Uke.
Menurut kajian, seperti disampaikan Uke, terapi plasma konvalesen dianggap signifikan dalam membantu penyembuhan pasien Covid-19. Kebutuhan akan labu plasma ini pun disebut tinggi. Terlebih, terapi kini mulai diberikan kepada pasien bergejala sedang.
Uke mengaku, pihak PMI Kota Bandung belum cukup memenuhi permintaan rumah sakit. Mencari pendonor, katanya, bukanlah perkara gampang. Amatan Uke, ada sejumlah alasan, dari mulai kurangnya sosialisasi, hingga dugaan para penyintas yang enggan mendonor plasma konvalesen karena terhalang stigma masyarakat.
"Sulit mendapatkan pendonor. Memang tidak mudah karena para penyintas juga tidak semua bersedia terekspos, ada stigma kita yang berbeda-beda, mungkin banyak yang merasa takut dan lain-lain," katanya.
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kesembuhan 95 Persen untuk Pasien Covid-19 Gejala Berat
Tantangan lainnya, PMI juga tak memiliki data penyintas yang pernah dirawat di rumah sakit. Karenanya, tak bisa secara aktif langsung mengajak. Uke menekankan, sosialisasi dan edukasi dari pihak rumah sakit kepada para penyintas menjadi sangat penting.
"Biasanya, PMI menerima pendonor dari mana saja, tapi masalahnya plasma konvalesen ini harus dari donor penyintas, harus ada kerjasama baik dengan rumah sakit supaya memberikan edukasi. Data para penyintas itu tidak bisa diakses sembarangan," katanya.
Dengan keterbatasan jumlah labu, maka pihak PMI hanya mengeluarkan labu sesuai rekomendasi dari dokter perawat pasien Covid-19. "Saya tidak boleh mengeluarkan darah tanpa instruksi dari dokter yang merawat," tegas Uke.
Sebelumnya, Ketua Komunitas Pendonor Plasma Darah dr Ariani menjelaskan, plasma darah dapat meningkatkan angka kesembuhan pasien positif dengan derajat berat 95 persen sembuh, derajat kritis 59 persen sembuh.
“Intinya semuanya masih dalam taraf penelitian, tapi menjanjikan di saat belum ada obat pasti,” kata Ariani.
Menurut Ariani, saat ini minat penyintas untuk mendonorkan plasma darahnya masih rendah. Ada beberapa sebab, seperti ketidaktahuan serta tak memenuhi kualifikasi. Selain itu, senaga dengan Uke, Ariani menilai stigma turut berpengaruh.
“Karena ada stigma ini penyintas banyak yang merasa malu atau tidak mau ditampilkan jika mendaftar (jadi pendonor plasma), nanti takut dikucilkan,” tandasnya. (Dikdik Ripaldi)
Advertisement