Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate sebesar 3,75 persen pada Kamis, 21 Januari 2021.
Analis menyebutkan suku bunga acuan ini masih berpeluang kembali turun pada 2021. Hal ini akan berdampak positif bagi aktivitas bisnis di tengah pandemi COVID-19. Perusahaan dipermudah dengan penurunan biaya pinjaman bank untuk ekspansi seiring suku bunga yang rendah.
“Untuk obligasi pun demikian. Investor akan melihat peluang pada instrumen fixed income dengan kupon dan yield yang masih jauh dari suku bunga acuan,” ujar Head of Research PT Reliance Sekuritas Lanjar Nafi kepada Liputan6.com, Jumat (22/1/2021).
Baca Juga
Advertisement
Sementara, Analis Panin Sekuritas Hosianna E. Situmorang menuturkan dampak dari tetapnya level suku bunga acuan ini ditopang stabilisasi nilai tukar rupiah oleh BI. Pemulihan ekonomi berpotensi melambat seiring peningkatan kasus COVID-19.
“Jadi kestabilan nilai tukar ini positif, baik untuk saham dan obligasi karena akan menjaga kepercayaan investor. Dikarenakan investor obligasi sensitif terhadap volatilitas nilai tukar,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Dengan suku bunga acuan yang dipertahankan pada 3,75 persen, kupon yang ditawarkan pemerintah akan tetap tinggi. Sehingga bisa menjaga ketertarikan investor untuk masuk ke Indonesia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Aliran Dana Investasi Asing Bakal Mengalir ke Negara Berkembang
Menurut Hosianna, ini juga dapat mengurangi kekhawatiran akan potensi tappering off. Apabila stimulus di AS dilaksanakan maka ekonomi US akan cepat pulih.
Dengan begitu, inflasi akan naik dan potensi peningkatan fed funds rate bisa lebih cepat dari estimasi di 2022 - 2023.
"Namun demikian, kami masih optimis kalau BI masih berpotensi menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan. Karena kecenderungannya peningkatan inflasi ini sementara, efek dari reopening economy," kata dia.
Adapun sepanjang 2021 berjalan, Hosianna mengatakan justru semakin banyak kota-kota besar di China, Jepang, Eropa dan AS yang menerapkan pembatasan. Hal itu memberikan tekanan terhadap pemulihan ekonomi. Sehingga inflasi bisa kembali turun dan The Federal Reserve atau bank sentral Amerika Serikat masih akan menahan suku bunga.
"Inflow justru ke emerging (market) seiring likuiditas akibat stimulus AS senilai USD 1,9 triliun,” ujar dia.
Advertisement
Sektor Saham yang Dapat Dicermati
Hosianna menyebutkan sejumlah sektor yang perlu diperhatikan. Seperti komoditas crude palm oil (CPO), batu bara dan minyak. Hal ini seiring berlanjutnya reopening economi, permintaan akan meningkat, serta optimisme penanganan COVID-19 pada 2021 pasca sebagian vaksinasi berjalan.
"Sektor perbankan menyusul momentum berlanjutnya reopening juga maka NIM (net interest margin) masih cukup baik. Dan saat ini valuasi masih rasional khususnya BBNI dan BMRI,” kata dia.
Di sisi lain, juga ada sektor konstruksi yang bisa dicermati. Hal ini seiring optimisme realisasi pembentukan SWF dan percepatan belanja Kementerian PUPR untuk menargetkan pencairan anggarannya hingga 20 persen pada kuartal I 2021.
Sementara Lanjar menyebutkan sejumlah sektor yang bisa dipertimbangkan sejalan dengan penguatan IDX-BUMN20, yakni sektor perbankan, pertambangan mineral logam, properti konstruksi. Seperti BMRI, BBNI, BBTN, BBNI, BRIS, ANTM, INCO, TINS. WSKT, WIKA, ADHI, PTPP, KAEF, INAF.