Kinerja Saham Negara Berkembang Bakal Lampaui AS

Kepala Riset WisdomTree Asset Management, Jeremy Schwartz menuturkan, setelah satu dekade, bursa saham AS melampaui bursa saham lainnya.

oleh Dian Tami Kosasih diperbarui 24 Jan 2021, 20:00 WIB
Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta - Pada 2021 dinilai akan menjadi investasi global. Tiga analis perkirakan, bursa saham global terutama negara berkembang berpeluang untuk ungguli saham Amerika Serikat (AS) pada 2021.

Bursa saham negara maju dan berkembang telah melampaui indeks saham S&P 500 sepanjang tahun berjalan 2021. Bursa saham China memimpin.

Kepala Riset WisdomTree Asset Management, Jeremy Schwartz menuturkan, setelah satu dekade, bursa saham AS melampaui bursa saham lainnya, mulai terlihat tanda-tanda rotasi pasar tetapi jalannya masih panjang.

"Pasar negara berkembang sekarang memiliki beberapa peluang pertumbuhan terbaik di pasar mereka dengan harga diskon," ujar Schwartz, seperti dilansir dari CNBC, Minggu, (24/1/2021).

Ia menambahkan, katalis bertambah untuk pasar seiring dolar AS melemah dan pemerintahan baru AS di bawah kepemimpinan Joe Biden yang mungkin lebih ramah perdagangan.

"Saat terbuka, siklus internasional saya pikir bisa berjalan dengan baik," kata dia.

Schwartz menuturkan, saham teknologi dapat memberikan raksasa AS lari kepada mereka seiring tingkat inovasi yang tinggi, harga saham murah dan pertumbuhan yang cepat.

"Ketika Anda berpikir tentang AS, itu benar-benar didominasi teknologi. Raksasa teknologi negara berkembang dapat menjadi saingan bagi raksasa teknologi AS dalam jangka panjang," kata dia.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Valuasi Menarik

Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sementara itu, Kepala ETF JP Morgan Asset Management, Bryon Lake mnenuturkan, valuasi di luar negeri sangat menarik.

"Kami melihat beberapa penurunan terbesar tahun lalu, jadi kami mengharapkan snapback itu. China berkontribusi besar untuk pemulihan perdagangan," ujar dia.

Lake menambahkan, hal yang menjadi kekhawatiran adalah tolok ukur utama internasional untuk bank besar dan energi. Sedangkan pihaknya lebih positif untuk energi bersih, semikonduktor dan barang mewah.

"Jadi kami pikir akan ada beberapa perbedaan dengan itu," kata dia.

Hal senada dikatakan CEO Database ETF Tom Lydon menuturkan, saham China memiliki peluang naik yang besar. "Kami mensurvei ribuan penasihat setiap minggu dan mereka sangat bullish di pasar internasional, sangat bullish di pasar negara berkembang," ujar dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya