Polemik Tata Niaga Pangan di Awal 2021, dari Kedelai Langka Hingga Beras Vietnam Bocor

Pada Desember 2020, harga kedelai dunia tercatat sebesar USD 12,95 per bushels, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat USD 11,92 per bushels.

oleh Andina Librianty diperbarui 25 Jan 2021, 11:32 WIB
Pekerja memilah kedelai di gudang penyimpanan di Kawasan Kebayoran Lama, Jakarta, Kamis (14/1/2021). Harga diproyeksi mulai turun pada Juni seiring membaiknya produksi di negara-negara Amerika Selatan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia pada awal tahun ini menghadapi sederet masalah komoditi pangan. Mulai dari kenaikan harga kedelai dan daging sapi yang berujung pada keterbatasan stok di pasar. Selain itu juga diduga ada kebocoran beras impor.

Kenaikan harga kedelai pada awal 2021 memukul para pengrajin tahu dan tempe, sehingga membuat stok di pasar terbatas. Kenaikan ini dipicu lonjakan harga kedelai di pasar internasional. Harga kedelai di Indonesia yang biasanya Rp 7.000 sempat naik menjadi Rp 9.000 hingga Rp 9.300.

Pada Desember 2020, harga kedelai dunia tercatat sebesar USD 12,95 per bushels, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat USD 11,92 per bushels.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat kenaikan harga kedelai disebabkan peningkatan permintaan konsumsi dari China, negara importir kedelai terbesar dunia. Indonesia yang menjadi negara importir kedelai terbesar setelah China pun, merasakan dampak dari kurangnya pasokan komoditas tersebut.

Akibatnya, kenaikan harga kedelai menjadi beban bagi para perajin tahu dan tempe, yang terpaksa meningkatkan harga jualnya.

Indonesia Country Director Consultant to U.S. Soybean Export Council, Ibnu Eddy Wiyono, pada Kamis (14/1/2021) mengatakan kenaikan harga kedelai impor dipengaruhi dua faktor dari sisi supply (pasokan) dan demand (permintaan). Saat ini, Amerika Serikat (AS), Brasil, dan Argentina merupakan produsen kedelai terbesar dunia dengan penguasaan pasar 90 persen.

Pertama, permintaan Tiongkok terhadap kedelai AS meningkat tajam. Salah satunya disebabkan sebagai janji kepada Donald Trump untuk lebih banyak membeli kedelai AS.

Dari sisi pasokan, hanya AS yang sedang panen kedelai dan memiliki cadangan cukup untuk diekspor. Di sisi lain, persediaan kedelai di Brasil dan Argentina menipis sehingga harus memenuhi kebutuhan domestik.

Kementerian Pertanian (Kementan) akhirnya mengunci harga komoditas kedelai dari importir menjadi Rp 8.00 per kilogram (kg). Sehingga para pengrajin tahu, tempe atau olahan kedelai lainnya bisa membeli kedelai dengan harga Rp 8.500 per kg.

"Harga kedelai dikunci Rp 8.000 dari importir, sehingga jatuhnya Rp 8.500 per kilogram untuk para pengrajin," kata Ketua Puskopti DKI Jakarta H. Sutaryo usai menghadiri rapat bersama Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (5/1/2020).

Penguncian harga kedelai ini berlaku selama 3 bulan ke depan. Selain itu akan dilakukan operasi pasar demi menjaga stabilitas harga kedelai di pasaran di tengah tidak stabilnya pasokan kedelai impor.

Mendag Muhammad Lutfi memprediksi harga kacang kedelai dunia masih menguat hingga Mei 2021. Harga kedelai diharapkan kembali normal pada Juni setelah negara importir melanjutkan produksi.

Lutfi mengatakan, harga kedelai saat ini USD 13 per bushel. Ini harga tertinggi dalam enam tahun terakhir.

 

Load More

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Gejolak Harga Sapi

Seorang pria terlihat di antara los daging yang kosong akibat aksi mogok pedagang di Pasar Kebayoran, Jakarta, Rabu (20/1/2021). Aksi mogok jualan para pedagang daging sapi sebagai bentuk protes kepada pemerintah atas tingginya harga daging sapi sejak akhir 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Masalah kedelai belum usai, Indonesia kembali ditempa persoalan pangan lain yakni kenaikan harga daging sapi. Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) memutuskan menghentikan aktivitas perdagangan daging sapi di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek). Imbauan mogok jualan sementara ini berlaku sejak 19 Januari malam hingga 22 Januari 2021.

Mogok jualan tersebut disebabkan gejolak harga daging sapi potong. Pedagang mengeluhkan Harga Pokok Penjualan (HPP) daging sapi di tingkat Rumah Pemotongan Hewan (RPH), dan distributor yang terlampau tinggi. Sehingga keuntungan yang diterima pedagang menjadi sangat tipis.

Harga sapi jenis bakalan pada Juli 2020 sudah mencapai posisi USD 3,6 per 1 kg bobot hidup. Memasuki Januari 2021, harga sapi bakalan per 1 kg bobot hidup mengalami kenaikan USD 0,3, atau menjadi USD 3,9 per 1 kg. Menurut Ketua APDI, Asnawi, kenaikan harga terjadi sejak Juli 2020 sampai Januari 2021 sudah mencapai Rp 13 ribu per kg pembelian sapi bakalan dari Australia.

Menindaki hal tersebut, Kemendag disebutnya melakukan pertemuan dengan pihak importir, dan mendapatkan informasi bahwa harga daging sapi telah naik sejak dari negara asal yakni Australia.

"Dari negara asal di Australia mereka juga mengalami kenaikan, yang 6 bulan lalu masih antara USD 2,8 per kg daging sapi berat hidup, ini harga di kisaran USD 3,78 per kg," kata Sekretaris Jenderal Kemendag Suhanto pada Jumat (22/1/2021).

Kemendag mencoba tawarkan solusi jangka pendek dan panjang dalam mengatasi harga daging sapi ini. Dalam jangka pendek, asosiasi pedagang sepakat untuk berjualan lagi mulai Jumat (22/1/2021) dengan harga wajar. Kemendag dan asosiasi mengetahui masih ada satu perusahaan yang menyediakan stok daging sekitar 17 ribu ton.

Dalam jangka panjang, Kemendag berkoordinasi dengan Kementan meningkatkan produktivitas petani untuk mendorong populasi sapi. Selain itu juga mencari sumber-sumber importir baru.

 


Masalah Beras Vietnam dan Bawang Putih

Seorang kuli angkut menurunkan beras dari atas truk di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Senin (25/9). Pedagang beras Cipinang sudah menerapkan dan menyediakan beras medium dan beras premium sesuai harga eceran tertinggi (HET). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Urusan kedelai dan daging sapi belum usai, muncul masalah lain terkait beras impor. Beras Vietnam dilaporkan masuk ke pasar tradisional Indonesia dengan harga Rp 9.000 per kg.

Harga beras tersebut lebih murah daripada beras yang diproduksi petani Tanah Air yang dijual rata-rata Rp 12.000 per kg.

Kehadiran berat Vietnam ini dinilai akan berdampak buruk pada petani lokal yang sedang dalam proses masa tanam. Bila dibiarkan maka harga beras saat panen akan jatuh, dan membuat petani rugi besar.

Dirjen Tanaman pangan, Kementan, Suwandi mengakui memang ada laporan dari masyarakat terkait impor beras tersebut. Tim Kementan pun sudah melakukan peninjauan ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).

Ia menegaskan pihaknya tidak menerbitkan rekomendasi beras impor. Sehingga dipastikan impor beras Vietnam itu bukan dilakukan pemerintah.

Temuan beras impor ini telah diproses Bareskrim Polri untuk ditindaklanjuti. Sampel beras sudah diambil untuk dilakukan pengecekan.

Lebih lanjut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada pekan lalu menyoroti komoditas bawang putih. Sebab, salah satu bumbu dapur favorit masyarakat Indonesia ini berpeluang besar untuk mengalami kenaikan harga pada awal tahun ini.

Wakil Ketua KPPU, Guntur Saragih, mengatakan potensi terjadinya kenaikan harga bawang putih tersebut tak lepas dari lambatnya proses penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) oleh Kemendag. Masalah ini berpotensi membuat kelangkaan bawang putih kian besar.

Proses pengurusan impor bawang putih dinilai bisa dilakukan lebih longgar. Sebab, jumlah petani bawang putih di Indonesia masih relatif kecil.

Oleh karena itu, KPPU meminta pemerintah untuk lebih mempermudah proses impor bawang putih. Mengingat percepatan impor sangat diperlukan untuk memastikan supply tetap terjaga di pasaran.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya