Vladimir Putin Sebut Demo Pro-Oposisi Rusia Tuntut Alexei Navalny Bebas Ilegal

Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut aksi demo Pro- Alexei Navalny sebagai tindakan ilegal dan berbahaya.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 01 Feb 2021, 06:14 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin (Mikhail Klimentyev/Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Moskow- Presiden Rusia Vladimir Putin mengecam protes akhir pekan lalu yang menuntut pembebasan pemimpin oposisi, Alexei Navalny sebagai tindakan yang berbahaya dan ilegal.

Dilansir US News, Selasa (26/1/2021), polisi Rusia menahan lebih dari 3.700 orang dan menggunakan kekerasan untuk membubarkan aksi unjuk rasa di berbagai wilayah di negara tersebut pada 23 Januari 2021.

Pada hari itu, puluhan ribu pengunjuk rasa mengabaikan cuaca dingin yang ekstrem dan peringatan polisi demi menuntut Navalny agar dibebaskan dari penjara.

Presiden Putin, dalam sebuah bantahan publik atas tuduhan Navalny, menolak tuduhan yang dibuat seorang kritikus pekan lalu dalam sebuah video - yang telah ditonton oleh lebih dari 86 juta orang di YouTube.

Dalam video itu, Putin disebut memiliki istana Laut Hitam yang mewah yang dibuat oleh teman-temannya, termasuk menggunakan uang negara.

Putin pun menyatakan bahwa properti tersebut bukan miliknya.

"Tidak ada apa pun di sana yang menjadi milik saya atau kerabat saya. Properti itu tidak pernah menjadi milik (kami)," tegas Putin.

"Setiap orang berhak mengutarakan pandangannya dalam kerangka yang ditentukan oleh undang-undang. Apa pun di luar hukum bukan hanya kontra produktif, tapi berbahaya," jelas Putin.

Selain itu, Putin juga mengutip pergolakan yang disebabkan oleh Revolusi Rusia 1917 dan runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 sebagai contoh bagaimana tindakan ilegal dapat menyebabkan kesengsaraan orang dan karena itu harus dihindari.

Saat Putin berbicara, Leonid Volkov, sekutu Navalny yang kini berada di luar Rusia, mengumumkan rencana unjuk rasa kembali pekan ini untuk menuntut kebebasan Navalny.

Load More

Saksikan Video Berikut Ini:


Uni Eropa - AS Tidak Tindak Cepat Isu Penangkapan Navalny

Presiden Joe Biden berbicara selama Pelantikan di US Capitol di Washington, Rabu (20/1/2021). Joe Biden mengalahkan Donald Trump di pemilu AS 2020 dengan perolehan 81 juta suara. (AP Photo/Patrick Semansky, Pool)

Sementara menuntut pembebasan untuk Navalny, baik Uni Eropa maupun Amerika Serikat tidak akan mengambil tindakan cepat dalam meningkatkan tekanan pada Rusia.

Uni Eropa menyatakan akan menahan untuk memberi sanksi baru terhadap Rusia jika Kremlin membebaskan Navalny setelah 30 hari. 

Mereka juga menambahkan bahwa pihaknya akan mengirim diplomat utamanya ke Moskow pekan depan.

Sementara itu, Presiden AS Joe Biden, yang memperpanjang perjanjian kendali senjata START Baru dengan Rusia, mengatakan dirinya tidak akan ragu untuk mengkritik Moskow, tetapi mengumumkan tidak ada tindakan baru.

Biden menuturkan bahwa ia telah meminta pembaruan tentang peretasan dunia maya besar-besaran yang dituduhkan pada Rusia, di mana negara itu menggunakan perusahaan teknologi AS, Solar Winds Corp sebagai batu loncatan untuk menembus jaringan pemerintah federal. 

Selain itu, Presiden ke-46 AS tersebut juga akan menindak tegas laporan media bahwa Rusia telah menawarkan hadiah kepada militan yang terkait dengan Taliban untuk membunuh pasukan koalisi termasuk personel Amerika, di Afghanistan.

"Saya tidak akan ragu untuk mengangkat isu Rusia," kata Biden.

Ketegangan antara Moskow dan Washington terjadi karena aksi unjuk rasa para pendukung Navalny.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan telah mengeluarkan protes diplomatik kepada Duta Besar AS untuk Rusia, John Sullivan karena dipandang ikut campur urusan dalam negerinya.


Infografis 6 Tips Isolasi Mandiri di Rumah

Infografis 6 Tips Isolasi Mandiri di Rumah. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya