Liputan6.com, Jakarta - Adanya aturan penggunaan jilbab bagi siswi nonmuslim di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri atau SMKN 2 Kota Padang, Sumatera Barat sempat membuat ramai masyarakat dan menuai polemik.
Polemik soal jilbab ini pun sempat membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dan Menko Polhukam Mahfud Md angkat bicara.
Advertisement
Bahkan, kuasa hukum orangtua siswa menyurati Presiden Joko Widodo terkait masalah ini. Selain kepada Presiden, surat juga dilayangkan kepada Mendikbud Nadiem Makarim serta Komnas HAM, kemudian dikirim pada 21 Januari 2021.
"Kami hanya berharap pengambil kebijakan mengeluarkan aturan agar tidak ada institusi pendidikan di Indonesia yang mewajibkan siswi nonmuslim untuk menggunakan jilbab," kata kuasa hukum orangtua Jeni Cahyani Hia, Mendrofa, Minggu, 24 Januari 2021.
Namun, saat ini permasalahan itu disebut sudah selesai.
Juru bicara Pemerintah Provinsi atau Pemprov Sumbar mengatakan, masalah penggunaan jilbab ini terjadi hanya antara guru dan murid. Kemudian, melebar karena viral di media sosial.
"Pihak sekolah sudah meminta maaf, dan juga akan mengubah aturan soal tata tertib siswa soal berpakaian yang multitafsir," kata Jasman kepada Liputan6.com, Senin, 25 Januari 2021.
Berikut kisah akhir dari polemik aturan pengunaan jilbab bagi siswi nonmuslim di SMK Negeri 2 Kota Padang dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ombudsman Sumbar Sempat Bicara
Kasus siswi nonmuslim yang disuruh memakai jilbab di SMK Negeri 2 Kota Padang, Sumatera Barat ternyata berbuntut panjang. Ombudsman Sumatera Barat menduga pihak sekolah melakukan maladministrasi yakni tindakan diskriminatif.
"Kami sudah bertemu dengan kepala sekolah, dan ia juga mengakui ada aturan di sekolah tersebut yang menyebutkan siswi harus mengenakan jilbab," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar, Yefri Heriani kepada Liputan6.com, Minggu, 24 Januari 2021.
Ia menyampaikan Ombudsman telah meminta pihak sekolah untuk mengubah aturan tersebut, agar tidak terjadi lagi kasus serupa dimana seorang siswi nonmuslim terganggu dengan aturan yang tidak sesuai dengan prinsip beragamanya.
Ombudsman, lanjut Yefri harus memastikan, setiap aturan yang ada di sekolah tidak mendiskriminasi siapa pun terutama siswa.
"Kami juga meminta dinas pendidikan agar meninjau kembali aturan di sekolah, dan memastikan tak ada lagi kebijakan yang mengganggu hak-hak pelajar apalagi ini soal agama," jelasnya.
Bisa saja, katanya hal tersebut luput dari pemangku kepentingan padahal ini merupakan hak warga negara Indonesia. Mungkin saja keluputan itu karena selama ini tidak ada yang bersuara.
Ombudsman Sumbar juga membuka dan menerima pengaduan jika ada siswi nonmuslim lainnya yang merasa terdiskriminasi melalaui nomor Whatsapp 0811 9553737 atau datang langsung ke kantor Ombudsman.
Advertisement
Kuasa Hukum Orangtua Surati Presiden
Kasus siswi nonmuslim di SMK Negeri 2 kota Padang, Sumatera Barat yang disuruh memakai jilbab terus bergulir. Kuasa hukum orangtua siswa bahkan menyurati Presiden Joko Widodo terkait masalah ini.
Selain kepada presiden, surat juga dilayangkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim serta Komnas HAM, Surat tersebut dikirm pada 21 Januari 2021.
"Kami hanya berharap pengambil kebijakan mengeluarkan aturan agar tidak ada institusi pendidikan di Indonesia yang mewajibkan siswi nonmuslim untuk menggunakan jilbab," kata kuasa hukum orang tua Jeni Cahyani Hia, Mendrofa.
Ia juga berharap Komnas HAM mengirim tim ke lapangan, untuk menyelidiki permasalahan siswi Nonmuslim yang harus memakai jilbab ke sekolah itu.
Pihaknya hingga kini juga masih menunggu tindak lanjut dari Komnas HAM, sembari berharap adanya ketegasan pemerintah pusat supaya tidak ada lagi pemaksaan siswi nonmuslim harus menggunakan jilbab di sekolah negeri.
"Pemaksaan memakai jilbab ke sekolah kepada siswi nonmuslim merupakan pelanggaran hak asasi warga negara Indonesia menjalankan keyakinannya," kata dia.
Kepala Sekolah Minta Maaf
Setelah viralnya kasus siswi nonmuslim yang disuruh memakai jilbab di Kota Padang, pihak sekolah menyampaikan permintaan maaf terkait adanya kegaduhan tersebut.
Kepala SMKN 2 Padang, Rusmadi mengatakan tidak ada paksaan kepada siswi nonmuslim untuk menggunakan jilbab, hanya saja dalam tata tertib sekolah memang ada disebutkan pada hari Jumat siswa/i memakai baju muslim.
"Saya sebagai kepala sekolah memohon maaf, yang kami takutkan karena kejadian ini kemudian ada gesekan antarumat beragama. Padahal tidak ada maksud seperti itu," katanya,
Sementara, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Adib Alfikri menegaskan bahwa tidak ada aturan yang memberlakukan pelajar nonmuslim wajib memakai jilbab.
Menyikapi persoalan yang terjadi di SMKN 2 Padang, Dinas Pendidikan Sumbar sudah mengirim tim untuk mengumpulkan data dan informasi di lapangan.
"Jika memang ada yang dilanggar oleh pihak sekolah, saya siap memberi sanksi tegas," ujar Adib.
Advertisement
Kata PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta supaya kejadian seperti ini, meminta siswi nonmuslim menggunakan jilbab tak terulang kembali.
Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menyebut, kasus ini mestinya menjadi pelajaran bagi sekolah supaya ke jika membuat peraturan soal seragam tak mengesampingkan toleransi.
"Di masa yang akan datang, kami mohon dalam membuat peraturan daerah terkait dengan seragam atau aturan lainnya, mempertimbangkan dan menghormati keberagaman latar belakang agama dan budaya peserta didik," kata Unifah dalam rilis yang didapat pada Senin, 25 Januari 2021.
Di Padang sendiri kewajiban siswi muslimah memakai jilbab tertuang dalam Instruksi Wali Kota Padang No. 451.442/BINSOS-111/2005, yaitu saat Fauzi Bahar menjadi Wali Kota Padang selama dua periode 2004-2014. Hanya saja bagi siswi nonmuslim aturan tersebut bersifat anjuran bukan wajib.
"Fauzi menilai kebijakan ini merupakan kearifan lokal dan wujud toleransi antar pemeluk agama," kata Unifah.
Ia menyebut, pendidikan mestinya tak memaksakan kehendak dari satu pihak ke pihak lain. Lebih jauh guru juga mestinya menjadi teladan bagi para muridnya untuk menumbuhkan sikap asih serta asuh.
"Kasus ini menjadi pelajaran bagi kepala sekolah, dan guru agar kasus serupa tidak terulang lagi di kemudian hari. Pendidik tidak boleh memaksakan kehendak terhadap peserta didik dan orang lain. Guru harus menunjukkan sikap unitaristik dan menjadi teladan dalam penumbuhan sikap asih, asah, dan asuh," ucap dia.
Sebagai organisasi guru terbesar di Indonesia, PGRI kata Unifah mengimbau para guru agar mempraktikkan pengajaran yang senafas dengan Pancasila. Dengan begitu akan tercipta kohesi sosial di tengah para murid.
"PGRI juga menghimbau guru-guru di seluruh Indonesia mengembangkan praktik-praktik pendidikan yang sesuai nilai-nilai Pancasila dan kearifan lokal seperti toleransi, gotong-royong, persatuan, dan kesatuan," terang dia.
Dengan demikian kebinekaan suku, budaya, bahasa, dan agama, menjadi modal sosial untuk kemajuan dan persatuan komponen bangsa, bukan sumber konflik pertikaian dan perpecahan. Guru harus menjadi faktor terwujudnya kohesi sosial yang teduh, aman, dan damai," tutup dia.
Masalah Selesai
Juru bicara Pemprov Sumbar, Jasman Rizal mengatakan masalah penggunaan jilbab ini terjadi hanya antara guru dan murid. Kemudian, melebar karena viral di media sosial.
"Pihak sekolah sudah meminta maaf, dan juga akan mengubah aturan soal tata tertib siswa soal berpakaian yang multitafsir," kata Jasman kepada Liputan6.com, Senin, 25 Januari 2021.
Saat ini, lanjutnya, siswi tersebut sudah masuk sekolah seperti biasa. Kemudian, pihak sekolah juga telah bertemu dengan pihak kuasa hukum orangtua siswi untuk mencari jalan tengah masalah ini.
Jasman menyebut permasalahan yang terjadi saat ini, adanya oknum yang tak mengerti duduk perkaranya, tetapi ikut-ikutan berkomentar dan menggiring opini hingga melebar ke mana-mana.
"Masalahnya sudah selesai, kami dari Pemprov Sumbar juga tak diam dan terus mencari jalan tengah polemik penggunaan jilbab ini," terang dia.
Advertisement
Sudah Lakukan Pertemuan Orangtua dan Sekolah
Menurut Jasman, pada Senin 25 Januari 2021, Dinas Pendidikan Sumbar juga melakukan pertemuan dengan sejumlah pendeta di Padang, untuk membantu menengahi persoalan jilbab ini.
Dalam pertemuan itu, pendeta dan pemuda gereja sepakat untuk menyelesaikan persoalan secara baik-baik. Para tokoh agama tersebut juga sepakat untuk saling mendinginkan suasana.
"Sembilan orang pendeta hadir dan mereka mendukung semua tindakan yang dilakukan Pemprov dan pihak sekolah untuk menyelesaikan masalah ini secara baik-baik," jelas Jasman.