Kenaikan Harga Emas Tahan Penurunan Tajam Angka Inflasi di 2020

Penurunan inflasi inti lebih lanjut tertahan kenaikan inflasi harga emas perhiasan.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jan 2021, 12:30 WIB
Petugas menunjukkan emas batangan di gerai Butik Emas Antam di Jakarta, Jumat (5/10). Pada perdagangan Kamis 4 Oktober 2018, harga emas Antam berada di posisi Rp 665 ribu per gram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada semester I-2020 tercatat rendah. Inflasi IHK pada Juni 2020 tercatat 1,96 persen (yoy), menurun tajam dari 2,96 persen pada Februari 2020 sebelum Covid-19 menyebar di Indonesia.

"Inflasi IHK pada Juni 2020 tercatat 1,96 persen (yoy), menurun tajam dari 2,96 persen (yoy) di Februari 2020 sebelum merebaknya Covid-19," tulis Bank Indonesia dalam Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2020 yang diluncurkan Rabu, (27/1/2021).

Kondisi ini disebabkan permintaan domestik yang lemah akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi dan dan pasokan yang terjaga mendorong tekanan inflasi. Penurunan tekanan inflasi terjadi pada seluruh komponen, termasuk inflasi inti, yang pada Februari tercatat 2,76 persen terus menurun menjadi 2,26 persen pada Juni 2020.

Perkembangan ini dipengaruhi permintaan domestik yang lemah, harga komoditas global yang turun, dan pass-through depresiasi nilai tukar yang terbatas. Sehingga mengarahkan inflasi inti tetap rendah, terutama pada kelompok inti non makanan (di luar emas).

Penurunan inflasi inti lebih lanjut tertahan kenaikan inflasi harga emas perhiasan. Hal ini sejalan dengan kenaikan harga emas global akibat ketidakpastian yang meningkat.

Perkembangan inflasi inti yang positif juga didukung oleh ekspektasi pelaku ekonomi terhadap inflasi yang tetap terkendali. Sepanjang semester I-2020, consensus forecast inflasi berada dalam tren yang terus menurun dari 3,20 persen pada Januari 2020 menjadi 2,50 persen pada Juni 2020.

Sementara itu, Inflasi kelompok volatile food (VF) tercatat rendah, didorong permintaan yang lemah dan pasokan yang memadai. Inflasi VF yang tercatat 6,68 persen pada Februari 2020. Melambat pada semester I-2020, termasuk pada saat perayaan Hari Raya Idul Fitri yang hanya sebesar 2,52 persen pada Mei 2020.

Inflasi ini jauh lebih rendah dari rerata historis 2016-2020 sebesar 4,27 persen. Inflasi VF yang rendah dipengaruhi oleh koreksi harga yang tajam pada beberapa komoditas akibat melambatnya permintaan.

Utamanya dari restoran, hotel dan katering (Horeka) karena penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Inflasi kelompok VF yang rendah juga didukung oleh pasokan yang memadai dari panen raya, distribusi di berbagai daerah yang terjaga, dan harga komoditas pangan global yang menurun.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tarif Angkutan

Angkutan umum menunggu penumpang di Terminal Kampung Melayu, Jakarta, Sabtu (26/9/2020). Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat penurunan jumlah penumpang harian angkutan umum perkotaan hingga 22,83 persen selama 12 hari terakhir penerapan PSBB Jakarta. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Selain itu, inflasi kelompok administered prices (AP) juga melambat dipengaruhi mobilitas dan permintaan yang menurun. Hal ini dipengaruhi oleh koreksi tarif angkutan akibat penurunan permintaan akibat kebijakan PSBB.

Pembatasan yang dilakukan sejumlah pemerintah daerah untuk mengunjungi wilayahnya ini menurunkan permintaan terhadap aneka angkutan. Inflasi AP pada periode perayaan Hari Raya Idul Fitri pada Mei 2020 lalu tercatat sebesar 0,28 persen.

Angka tersebut menjadi yang terendah dibandingkan rerata historis dalam lima tahun terakhir. Permintaan yang lemah juga berdampak pada tekanan inflasi rokok yang relatif terbatas di tengah kenaikan cukai rokok.

Selain faktor permintaan, inflasi AP yang rendah juga dipengaruhi oleh penurunan harga jual Bahan Bakar Khusus (BBK). Hal ini sejalan dengan penurunan harga minyak global pada awal tahun 2020.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya