Liputan6.com, Pekanbaru - Seorang warga di Pekanbaru mengalami iritasi pada bagian payudaranya setelah memakai kosmetik yang tanpa izin edar. Keluhan perempuan yang tak mau disebutkan namanya itu, menjadi salah satu petunjuk Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menangkap pria inisial TW, atas penjualan kosmetik ilegal.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Andri Sudarmadi menyebut, keluhan warga ini diterima beberapa waktu lalu. Pihaknya kemudian melacak dan menemukan sebuah akun penjual kosmetik.
Baca Juga
Advertisement
"Setelah diselidiki ternyata tidak ada izin edar dari Balai Pengawas Obat dan Makanan," kata Andri, Rabu (27/1/2021).
Andri memerintahkan personel Subdit I Reskrimsus menyamar menjadi pembeli. Setelah sepakat soal harga, petugas mendatangi rumah tersangka TW di Kecamatan Senapelan Pekanbaru.
Dari rumah itu, petugas menemukan ratusan kotak kosmetik ilegal, mulai dari serum hingga pil. Semuanya terdiri dari 27 jenis macam obat, baik itu produksi dari dalam ataupun luar negeri.
"Ada juga alat suntik, rata-rata penambahan hormon, apalagi ada korban mengeluh setelah memakai," kata Andri.
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Sudah Setahun Berbisnis
Andri menyebut tersangka sudah setahun berbisnis produk farmasi tanpa izin. Awalnya, tersangka membeli secara online kemudian menjual lagi ke masyarakat melalui aplikasi belanja online.
"Penyedia kosmetik atau tempat tersangka membeli obat dari awal tengah diselidiki," kata Andri.
Atas perbuatannya, penyidik menjerat tersangka dengan Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 36 tahun 2009 sebagaimana telah dirubah dengan pasal 60 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Andri menyebut penyidik juga menerapkan Pasal 62 ayat 1 juncti Pasal 8 ayat 1 huruf i dan j UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Ancaman pidana penjara paling lama 15 dan denda paling banyak Rp1,5 miliar," ucap Andri.
Advertisement