IMF Proyeksi Ekonomi China Tumbuh 8,1 Persen di 2021

Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ekonomi China akan tumbuh 8,1 persen pada 2021, dan 5,6 persen pada 2022.

oleh Andina Librianty diperbarui 28 Jan 2021, 12:13 WIB
Foto yang diabadikan pada 26 Agustus 2020 ini menampilkan pertunjukan cahaya yang digelar di Shenzhen, Provinsi Guangdong, China. Pertunjukan cahaya tersebut digelar dalam rangka memperingati 40 tahun pembentukan Zona Ekonomi Khusus Shenzhen. (Xinhua/Mao Siqian)

Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ekonomi China akan tumbuh 8,1 persen pada 2021, dan 5,6 persen pada 2022. Hal ini diungkapkan dalam laporan terbaru World Economic Outlook (WEO) yang dirilis pada Selasa (26/1/2021).

Dikutip dari Global Times pada Kamis (28/1/2021), IMF menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China pada 2020 dari sebelumnya 1,9 persen yang dibuat pada Oktober lalu menjadi 2,3 persen. Basis ekonomi yang lebih tinggi itu menyeret perkiraan pertumbuhan ekonomi China turun pada tahun ini dari 8,2 persen menjadi 8,1 persen.

Kendati demikian, China masih memimpin pertumbuhan di antara negara-negara besar dunia. Negeri Tirai Bambu adalah yang pertama kembali ke tingkat perkiraan pertumbuhan sebelum pandemi pada kuartal IV 2020.

Menurut proyeksi IMF, pertumbuhan pada 2021 untuk Amerika Serikat (AS) sebesar 5,1 persen, Uni Eropa 4,2 persen, Jepang 3,1 persen, Inggris 4,5 persen, dan 4,3 persen untuk semua negara maju.

Sementara itu, IMF mengatakan bahwa aktivitas global akan tetap jauh di bawah proyeksi WEO sebelum Covid-19 pada Januari 2020. Pemulihan ekonomi akan berbeda-beda. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global sebesar 5,5 persen pada 2021 dan 4,2 persen pada 2022.

Menurut IMF, perbedaan yang cukup besar diprediksi antara China dan ekonomi lain khususnya pasar negara berkembang. Langkah-langkah penahanan yang efektif, respons investasi publik yang kuat, dan dukungan likuiditas bank sentral telah memfasilitasi pemulihan China.

Sejalan dengan pemulihan aktivitas global, volume perdagangan global diprediksi tumbuh 8,1 persen pada 2021, sebelum turun menjadi 6,3 persen pada 2022. Perdagangan jasa diprediksi akan pulih lebih lambat daripada volume barang, yang sejalan dengan lemahnya pariwisata lintas batas dan perjalanan bisnis sampai transmisi menurun

IMF menyimpulkan bahwa kerja sama multilateral yang kuat diperlukan untuk mengendalikan pandemi di dunia.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menerawang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2021

Suasana gedung-gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah Jokowi - Ma'ruf memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di tahun ini berada dikisaran 5,5 persen. Perkiraan itu sejalan dengan proyeksi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Bank Pembangunan Asia (ADB), International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB) dan Organisasi Kerja Sama Pembangunan dan Ekonomi atau OECD OECD.

"Memang bervariasi (pertumbuhannya) tapi menuju ke arah sangat positif dibandingkan 2020," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, dalam diskusi Akselerasi Pemulihan Ekonomi, secara virtual, Selasa (26/1/2021).

Dia menyadari pada kuartal I-2021 memang pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan mengalami tantangan. Namun di sisi lain, perbaikan ekonomi sendiri sebetulnya sudah dirasakan pada kuaral III-2020, dan akan diikuti di kuartal IV-2020.

"Kuartal IV-2020 semakin membaik bahkan ekspor pulih, PMI membaik, konsumsi semen membaik, investasi dari BKPM terlihat pemulihan kuat," sebut dia.

Akan tetapi, meski secara trend mengalami perbaikan, bukan berarti pertumbuhan tahun ini tanpa risiko. Apalagi pandemi Covid-19 masih bersarang di Tanah Air. Oleh karenanya dia ingin proses vaksinasi tetap berjalan efektif dengan melakukan disiplin 3M dan 3T.

Proses dari vaksinasi sendiri memberikan optimismenya di market, dan ada beberapa bahkan yang sudah masuk ke dalam harga saham. Di sisi lain, capital inflow terjadi sehingga pasar sudah melihat bagaimana vaksinasi memberikan sentimen positif, dan harapannya bisa menaikkan aktivitas ekonomi masyarakat.

"Walau vaksinasi berjalan, kasus covid harus dikelola sehingga tidak ada lagi pembatasan-pembatasan yang kita tahu itu dampaknya pengurangan dari aktvitas ekonomi," kata dia.

Dia melihat untuk tahun 2021 arahnya pertumbuhan ekonomi memang cukup positif. Bahkan sudah ada datanya. Hanya saja, itu tidak akan cukup jika tidak didukung dengan proses vaksinasi. "Karena dengan demikian kita bisa pulihkan aktivitas perekonomian lebih baik," sebut dia.

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di 2021, pemerintah juga melanjutkan program PEN yang anggarannya mencapai sebesar Rp372,3 triliun. Angka tersebut lebih rendah 53,55 persen dari pagu anggaran PEN di tahun 2020 yang sebesar Rp685,2 triliun.

"Untuk dukungan, kami terus pantau apa yang harus dilakukan. Program untuk PEN tetap dilanjutkan," jelas dia.


Enam Prioritas

Pemandangan deretan gedung dan permukiman di Jakarta, Rabu (1/10/2020). Meski membaik, namun pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 masih tetap minus. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Adapun anggaran tersebut akan dialokasikan untuk enam prioritas. Pertama anggaran kesehatan. Pemerintah menyiapkan Rp25,40 triliun, lebih rendah dari sebelumnya sebesar Rp87,55 triliun. Anggaran itu nantinya akan digunakan untuk pengadaan vaksin Covid-19 Rp18 triliun, kemudian untuk imunisasi, sarpras, lab, dan Litbang Rp4,97 triliun, serta cadangan bantuan iuran BPJS untuk PBPU/BP senilai Rp2,43 triliun.

Kedua perlindungan sosial sebesar Rp110,2 triliun. Alokasi ini lebih rendah dari sebelumnya yang mencapai Rp203,9 triliun. Uang tersebut akan dialokasikan untuk PKH 10 juta penerima manfaat Rp28,7 triliun, sembako Rp45,1 triliun, program prakerja Rp10 triliun, dana desa Rp14,4 triliun, dan bantuan sosial tunai Rp12,0 triliun.

Ketiga untuk sektor kementerian lembaga dan pemerintahan daerah, sebesar Rp152,4 triliun. Anggaran ini meningkat dari 2020 yang hanya sebesar Rp106,11 triliun. Anggaran itu nantinya akan dialokasikan untuk dukungan pariwisata sebesar Rp5,46 triliun, ketahanan pangan Rp14,96 triliun, pengembangan ICT sebesar Rp19,4 triliun, pinjaman ke daerah Rp10 triliun, padat karya kementerian lembaga Rp14,2 triliun, kawasan industri Rp12,7 triliun, dan cadangan belanja PEN Rp75,8 triliun.

Keempat akan diberikan kepada UMKM. Pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp48,8 triliun. Alokasi ini lebih rendah daripada 2020 yang sebesar Rp123,46 triliun. Adapun uang tersebut akan dialokasikan untuk subsidi bunga KUR reguler Rp14,8 triliun, dukungan pembiayaan terhadap KUMKM Rp 1 triliun, penempatan dana di perbankan (masih dihitung), penjaminan loss limit Rp1 triliun, serta cadangan pembiayaan PEN Rp32,0 triliun.

Kelima untuk pembiayaan korporasi sebesar Rp14,9 triliun, atau lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai sebesar Rp53,57 triliun. Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk PMN kepada lembaga penjaminan senilai Rp5 triliun, PMN kepada BUMN yang menjalani penugasan Rp8,9 triliun, dan penjaminan backstop loss limit Rp1 triliun.

Terakhir untuk insentif usaha senilai Rp20,40 triliun, atau lebih rendah daripada anggaran 2020 yang sebesar Rp120,61 triliun. Uang tersebut nantinya akan dialokasikan untuk pajak DTP Rp3,1 triliun, pembebasan PPh 22 impor Rp12 triliun, dan pengembalian pendahuluan PPN 5,3 triliun.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com 


Infografis Indonesia Masuk Resesi Ekonomi

Infografis Indonesia Masuk Resesi Ekonomi. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya