Liputan6.com, Jakarta - Mengucapkan kata kasar dalam masyarakat dianggap perlakuan yang tidak santun, karena menggambarkan sikap vulgar dan pendidikan rendah. Namun, persepsi tersebut ternyata tak sepenuhnya benar.
Dikutip dari CNN, Jumat (29/1/2021), mengucapkan kata kasar merupakan tanda superioritas verbal. Penelitian menunjukan, dengan melakukan hal tersebut, mungkin seseorang mempunyai beberapa hal-hal positif.
Advertisement
"Ada banyak keuntungan dari mengutarkan kata kasar," kata Timothy Jay, profesor emeritus psikologi di Massachusetts College of Liberal Arts.
Ia telah mempelajari kata kasar selama lebih dari 40 tahun dan ia mengatakan manfaat dari hal tersebut baru muncul dalam dua dekade terakhir.
"Manfaat mengutarkan kata kasar baru muncul dalam dua dekade terakhir, sebagai hasil dari banyak penelitian tentang otak dan emosi, bersama dengan teknologi yang jauh lebih baik untuk mempelajari atonomi otak," kata Jay.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
1. Mengutarkan Kata Kasar Mungkin Merupakan Tanda Kecerdasan
Sebuah studi pada 2015 menemukan bahwa orang yang berpendidikan baik dengan banyak kosakata yang dapat mereka gunakan lebih baik dalam menghasilkan kata-kata yang berunsur makian daripada mereka yang kurang fasih secara verbal.
Peserta dari studi tersebut diminta untuk mendaftar sebanyak mungkin kata yang diawali dengan F, A, atau S dalam satu menit kemudian satu menit lagi ditambahkan khusus untuk memunculkan kata-kata yang berupa kata kasar yang dimulai dengan ketiga huruf tersebut.
Studi tersebut menemukan bahwa mereka yang menghasilkan kata-kata F, A, dan S paling banyak menghasilkan kata-kata makian yang paling banyak.
Hal tersebut menandkan bahwa kecerdasan "sejauh bahasa berkorelasi dengan kecerdasan," kata Jay, penulis dari studi tersebut.
"Orang yang pandai bahasa pandai menghasilkan kotakata makian," jelasnya.
Menurut Jay, bahasa kasar lainnya juga dapat dikaitkan dengan kecerdasan sosial.
"Memiliki strategi untuk mengetahui di mana dan kapan saat yang tepat untuk bersumpah, dan kapan tidak adalah keterampilan kognitif sosial seperti memilih pakaian yang tepat untuk acara yang tepat. Itu alat sosial yang cukup canggih," katanya.
2. Mengutarkan Kata Kasar Mungkin Tanda Kejujuran
Penelitian sains juga menemukan hubungan positif antara kata-kata kasar dan kejujuran. Orang yang lebih sedikit mengutarkan kata kasar adalah orang yang lebih sedikit berbohong dalam tingkat interpersonal dan memiliki tingkat integritas yang lebih tinggi secara keseluruhan.
Selain itu, mereka juga yang memiliki tingkat integritas yang lebih tinggi secara keseluruhan menurut tiga penelitian yang diterbitkan pada 2017.
"Ketika Anda secara jujur mengekspresikan emosi Anda dengan kata-kata yang kuat, Anda akan terlihat lebih jujur," kata Jay, yang tidak terlihat dalam penelitian tersebut.
Sementara, penggunaan kata-kata kasar yang lebih tinggi dikaitkan dengan lebih banyak kejujuran, penulis penelitian tersebut memperingatkan bahwa "temuan tidak boleh diartikan bahwa semakin seseorang menggunakan kata-kata kasar, semakin kecil kemungkinan dia akan terlibat dalam perilaku tidak etis atau tidak bermoral yang lebih serius."
Advertisement
3. Kata Kasar Meningkatan Toleransi Sakit
Menurut penelitian, jika Anda sedang melakukan olahraga intens, berkata kasar dapat membantu manambahkan kekuatan daripada jika anda menggunakan kata-kata "netral."
Penelitian ini juga menemukan bahwa orang yang berkata kasar sambil meremas hand vice mampu membuat mereka meremas lebih keras dan lebih lama.
Melontarkan kata-kata kasar tidak hanya membantu kehanan Anda. Jika jari Anda terjepit di pintu mobil, rasa sakit Anda mungkin berkurang jika anda mengatakan "sh*t" melainkan "shoot."
Studi lain juga menemukan bahwa orang yang berkata kasar saat mencelupkan tangan ke dalam air es, mereka merasakan sakit yang lebih sedikit dan mampu menahan tangan mereka di dalam air lebih lama daripada mereka yang mengucapkan kata-kata netral.
"Pesan utamanya adalah bahwa berkata kasar membantu Anda mengatasi rasa sakit," kata penulis utama penelitian tersebut dan psikolog Richard Stephens, dalam wawancara dengan CNN.
Stephens adalah dosen senior di Keele Univesrity di Staffordshire, Inggris, di mana dia memimpin Laboratorium Penelitian Psikobiologi.
Stephens mengatakan bahwa cara kerja dari hal tersebut adalah seperti ini: Memaki menghasilkan respons stres yang memulai refleks pertahanan tubuh kuno. Adrenalin meningkatkan detak jantung dan pernapasan, mempersiapkan otot untuk melawan atau lari.
Bersamaan dengan itu, ada reaksi fisiologis lain yang disebut respons analgesik, yang membuat tubuh lebih tahan terhadap rasa sakit.
"Itu akan masuk akal secara evolusioner karena Anda akan menjadi petarung yang lebih baik dan pelari yang lebih baik jika Anda tidak diperlambat oleh kekhawatiran tentang rasa sakit," kata Stephens.
"Jadi sepertinya dengan berkata kasar Anda memicu respons emosional dalam diri Anda, yang memicu respons stres ringan, yang disertai dengan pengurangan rasa sakit akibat stres," tambahnya.
Namun, berhati-hatilah jika Anda ingin memperpanjang olahrga Anda dengan cara mengutarkan kata-kata kasar.
Penelitian juga menemukan bahwa kata-kata kasar hilang kekuatannya jika Anda merasakan rasa sakit yang terlalu banyak.
Beberapa dari kita memang lebih banyak mengutarkan kata kasar daripada orang lain seperti orang yang lebih takut pada rasa sakit yang disebut "catastrophizers".
Menurut Stephens, orang yang mempunyai catastrophizers adalah seseorang yang mungkin memiliki luka kecil dan berpikir bahwa hal tersebut dapat mengancam nyawa dan akan mati dari luka kecil tersebut.
"Penelitian tersebut menemukan pria yang memiliki bencana yang lebih rendah tampaknya mendapatkan keuntungan dari kata kasar, sedangkan pria yang memiliki bencana yang lebih tinggi tidak. Sedangkan dengan wanita tidak ada bedanya," jelas Stephens.
4. Mengutarkan Kata Kasar Adalah Tanda Kreativitas
Mengutarkan kata kasar tampaknya berpusat di sisi kanan otak yaitu bagian otak yang sering disebut "otak kreatif".
"Kami tahu bahwa pasien yang mengalami stroke di sisi kanan cenderung menjadi kurang emosional, kurang dapat memahami dan menceritakan lelucon, dan mereka cenderung berhenti mengumpat meskipun sebelumnya mereka sering bersumpah," kata Emma Byrne, penulis buku "Swearing Is Good for You".
Penelitian tentang kata kasar dimulai pada zaman Victoria ketika dokter menemukan bahwa pasien yang kehilangan kemampuan berbicara masih dapat mengutarkan kata kasar.
"Mereka berkata kasar dengan sangat lancar," kata Byrne. "Teguran masa kecil, kata-kata kasar, dan istilah-istilah sayang -- kata-kata dengan kandungan emosional yang kuat yang dipelajari sejak dini cenderung disimpan di otak bahkan ketika semua bahasa kita hilang."
5. Melontarkan Kata Kasar Sebagai Pengganti Pukulan
Mungkin kami memilih untuk mengatakan kata kasar untuk memberikan keuntungan evolusioner yang dapat melindungi kita dari bahaya fisik, lata Jay.
"Seekor anjing atau kucing akan mencakar Anda, menggigit Anda saat mereka takut atau marah. Berkata kasar memungkinkan kita untuk mengekspresikan emosi kita secara simbolis tanpa melakukan sekuat tenaga," katanya. "Dengan kata lain, saya bisa menunding seseorang atau mengatakan persetan dengan Anda di seberang jalan. Saya tidak harus menghadap ke wajar mereka."
Mengutuk kemudian menjadi bentuk agresi yang jauh, Jay menjelaskan, menawarkan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dengan cepat sambil menghindari akibatnya.
"Tujuan berkata kasar adalah untuk melampiaskan emosi saya, dan ada keuntungannya karena memungkinkan saya untuk mengatasinya," katanya. "Dan kemudian itu mengkomunikasikan dengan sangat mudah kepada para pengamat seperti apa keadaan emosi saya. Ia memiliki keuntungan efisiensi emosional - sangat cepat dan jelas."
Bahasa Universal
Kata-kata kasar menjadi kuat karena efek kekuatan tabu. Realitas itu diakui secara universal.
Hampir setiap bahasa di dunia mengandung kata-kata kasar.
"Tampaknya begitu Anda memiliki kata yang tabu, dan pemahaman emosional bahwa kata tersebut akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain, yang lainnya tampaknya mengikuti secara alami," kata Byrne.
Bukan hanya orang yang berkata kasar. Primata juga dapat mengutarkan kata kasar jika diberi kesempatan.
"Simpanse di alam liar cenderung menggunakan kotorannya sebagai sinyal sosial, yang dirancang untuk menjauhkan orang," kata Byrne.
Simpanse yang dipelihara dengan tangan dan dilatih menggunakan toilet mempelajari bahasa isyarat untuk "kotoran" sehingga mereka dapat memberi tahu pawangnya ketika mereka membutuhkan toilet.
"Dan begitu mereka mempelajari tanda kotoran, mereka mulai menggunakannya seperti kita menggunakan kata sh * t," kata Byrne. "Mengutuk hanyalah cara untuk mengekspresikan perasaan Anda yang tidak melibatkan membuang kotoran yang sebenarnya. Anda hanya membuang gagasan tentang kotoran."
Reporter: Paquita Gadin
Advertisement