Menteri KP Trenggono Diharap Tak Terjerat Masalah yang Sama dengan Edhy Prabowo

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dinilai tidak dekat dengan nelayan atau masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Jan 2021, 16:40 WIB
Sakti Wahyu Trenggono. (Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati menilai penunjukkan Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menggunakan pertimbangan yang arif dan bijaksana.

Alasannya, Trenggono dinilai tidak memiliki rekam jejak yang baik dalam mengurusi kementerian yang menjadi rumah bagi masyarakat nelayan. Bahkan, Trenggono salah satu rekam jejak Trenggono masih berkaitan dengan ekspor benih lobster (benur) yang masih kontroversial.

"Kita bisa cek track record-nya ini ada kaitannya dengan ekspor benur," kata Susan dalam diskusi daring bertajuk: Masyarakat bahari, Pandemi Covid-19 dan Ancaman Perampasan Ruang Hidup, Jakarta, Kamis (28/1).

Susan melanjutkan, saat ini Trenggono juga merupakan salah satu orang penting di perusahaan besar yang masih berkaitan dengan benih lobster. Dia khawatir ada relasi kuasa yang bisa terjadi dan kemungkinan Trenggono masuk dalam jurang yang sama sebagaimana menteri terdahulunya, Edhy Prabowo.

"Kami khawatirkan relasi kuasa bisa terjadi dan mengulang sama dengan Edhy," kata dia.

Lebih dari itu, sosok Trenggono juga dinilai tidak dekat dengan nelayan atau masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Tidak ada rekam jejak Trenggono yang menunjukkan dirinya memiliki kedekatan dengan masyarakat bahari yang menjadi tanggung jawabnya.

Meski begitu Susan menyadari pemilihan menteri merupakan hak prerogatif presiden. Sehingga diharapkan kehadiran menteri baru ini bisa membawa harapan baru.

Berbagai permasalah juga harus segera dibenahi di tubuh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dia ingin menteri baru bisa dengan cepat melakukan evaluasi. Jangan sampai kasus korupsi benih lobster ini hanyalah fenomena gunung es. Artinya banyak masalah yang harus segera diatasi menteri baru Trenggono.

"Kami menilai jangan-jangan kasus korupsi benur ini hanya fenomena gunung es, praktik korupsi ini dari hulu ke hilir. Bukan hanya melibatkan menteri tapi banyak pihak yang perlu dicermati, harusnya tidak mengulang dosa yang sama," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono Kembali Kaji Izin Penggunaan Cantrang

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono melakukan kunjungan ke Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) di Kabupaten Buleleng, Bali. (Dok KKP)

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih mengkaji pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.59/2020 tentang Jalur Penangkapan dan Alat Penangkapan Ikan (API) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas. Dalam peraturan tersebut, KKP kembali mengizinkan penggunaan Cantrang sesuai persyaratan yang ditetapkan.

“Permen tersebut memang sudah diundangkan, namun untuk pelaksanaannya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono masih ingin mendapatkan masukan dari semua pihak terkait regulasi tersebut,” ujar Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi, dalam keterangan tertulis, Rabu (27/1/2021).

Dijelaskan Wahyu, Permen tersebut disusun dan ditanda-tangani oleh pendahulu Menteri Trenggono. "Sebagai pejabat baru, Pak Trenggono ingin mengetahui kondisi di lapangan agar bisa mengambil keputusan yang tepat terkait aturan itu. Yang pasti, Pak Menteri akan selalu berpegang pada prinsip kedaulatan, kelestarian dan kesejahteraan ekosistem maritim kita," tutur Wahyu.

Permen KP No. 59/2020 telah disahkan pada 30 November 2020. Permen tersebut diantaranya mengatur tentang selektivitas dan kapasitas API, perubahan penggunaan alat bantuan penangkapan ikan, perluasan pengaturan, baik dari ukuran kapal maupun Daerah Penangkapan Ikan (DPI).

Peraturan tersebut juga memperjelas penyajian pengaturan jalur untuk setiap ukuran kapal sesuai dengan kewenangan izin usaha penangkapan ikan, serta perubahan kodifikasi alat penangkapan ikan berdasarkan International Standard Statistical Classification of Fishing Gear (ISSCFG) FAO.

Sebelumnya, penggunaan cantrang dilarang oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 71 Tahun 2016.


Susi Pudjiastuti Dukung Nelayan Kepri Tolak Legalisasi Cantrang

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat acara diskusi "Ngopi Bareng Presiden PKS" di DPP PKS, Jakarta, Senin (20/1/2020). Diskusi ini mengangkat tema "Sengketa Natuna dan Kebijakan Kelautan". (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti segera menanggapi kebijakan legalisasi alat tangkap cantrang yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Adapun perizinan penggunaan cantrang ini tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di WPP-NRI.

Padahal sebelumnya, Susi Pudjiastuti sempat melarang pemakaian Alat Penangkapan Ikan (API) seperti cantrang yang tertera dalam Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016.

Melalui sebuah unggahan melalui akun Twitter @susipudjiastuti, Jumat (22/1/2021) pukul 18.01 WIB, pemilik maskapai Susi Air ini mendukung aksi penolakan Forum Pergerakan Masyarakat Nelayan (FPMN) se-Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang menolak Permen KP Nomor 59/2020.

Dalam sebuah unggahan video, FPMN Kepri meminta Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk menyampaikan penolakan atas penggunaan cantrang kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Juri Bicara FPMN Kepri Dedi Syahputra menyatakan, legalisasi cantrang dianggap merugikan nelayan tradisional yang ada di provinsi kepulauan tersebut. Mereka juga meminta penundaan perizinan pengusaha cantrang di Kepulauan Riau.

"Kami menyimpulkan, Permen KP 59/2020 adalah bentuk penindasan, masyarakat Kepri khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. Khususnya pada nelayan tradisional dan nelayan pesisir. Karena pelaku usaha laut itu 90 persen adalah nelayan kecil. Hanya 10 persen adalah pelaku usaha," seru Dedi. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya