Trauma Masa Panen Sebelumnya Bikin Petani Enggan Tanam Cabai

Harga cabai rawit merah di Jakarta kini mencapai Rp 85.000-Rp 90.000 per kilogram.

oleh Tira Santia diperbarui 29 Jan 2021, 12:45 WIB
Petani memanen cabai keriting di kawasan Pesawah, Cicurug, Sukabumi, Rabu (22/04/2020). Sejak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sejumlah petani mengeluhkan harga cabai keriting di tingkat petani yang turun dari Rp 20 ribu per kg menjadi Rp 12 ribu per kg. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengatakan harga cabai rawit merah di Jakarta kini mencapai Rp 85.000-Rp 90.000 per kilogram.

“Makin tinggi. Khususnya cabe rawit merah sempat Rp 80.000, sekarang Rp 85.000 sampai dengan Rp 90.000,” kata Abdullah kepada Liputan6.com, Jumat (29/1/2021).

Sebelumnya Abdullah mengatakan cabai rawit merah merupakan cabai yang naiknya diluar dugaan, bahkan pernah tembus di angka Rp 100 ribu per kilogram, namun kini ada yang menjual di angka Rp 85.000-Rp90.000.

“Ada juga yang menjual dengan cara dioplos, dicampur dengan cabai rawit hijau. Itu adalah cara-cara yang dilakukan pedagang dalam rangka untuk menyuguhkan agar harganya tetap terkendali,” jelasnya.

Lebih lanjut Abdullah menjelaskan alasan harga cabai rawit merah tinggi dikarenakan pasokannya minim. Di mana para petani tidak memproduksi atau tidak menanam cabai rawit merah. Ini kasusnya terjadi pada saat periode panen raya kemarin, lantaran tidak terserap dengan baik dan harganya drop.

“Sehingga petani tidak produksi lagi. Efek apa? ya banyak faktor salah satunya yaitu musim hujan terus, takut gagal panen, daya beli masyarakat menurun,” ujarnya.

Abdullah menegaskan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi harga cabai rawit merah mahal.  Namun sebenarnya faktor utamanya adalah daya beli masyarakat menurun dan permintaan rendah.

“Walaupun produksinya kecil tapi permintaan rendah dan harganya tinggi tuh sebenarnya yang harus di antisipasi,” pungkasnya.   

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Harga Tembus Rp 100 Ribu per Kg, Pedagang Oplos Cabai Biar Tetap Laku

Pedagang menyiapkan paket cabai rawit merah saat Operasi Pasar Murah di Pasar Senen, Senin, Jakarta (3/2/2020). Harga cabai rawit merah dijual Rp40.000 per kilogram, lebih murah dibandingkan harga pasar saat ini mencapai 90 ribu per kilogram. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) meminta Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan membuat desain pangan yang jelas, dan memiliki strategi rantai pangan yang terukur sehingga tidak terjadi kenaikan komoditas pangan, termasuk cabai rawit merah.

“Saran kepada pemerintah dalam hal ini kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan ini kan sudah terjadi bertahun-tahun, setiap tahun pasti ada aja masalah harga tinggi, hal ini karena kita tidak punya desain pangan yang jelas,” kata Ketua Umum Ikappi Abdullah Mansuri, Rabu (6/1/2021).

Selain itu, Pemerintah tidak punya strategi rantai pangan yang maksimal, baik, dan terukur, bahkan data mengenai stok komoditas tidak jelas. Itulah yang membuat kenaikan harga-harga berbagai komditas itu tidak bisa dihindari.

Misalnya untuk komoditas cabai rawit merah yang saat ini mengalami kenaikan harga dikisaran RP 100 ribu per kilogram. Kendati begitu beberapa pedagang ada juga yang masih menjual dengan harga Rp 90 ribu per kilogram.

“Harga Cabai rawit itu sudah 2 bulan ini kalau gak salah menjadi persoalan tersendiri, cabai rawit merah merupakan cabai yang diluar dugaan sekarang sudah tembus di angka Rp 100 ribu, ada yang masih menjual di angka Rp 90 ribu, ada juga yang menjual dengan cara dioplos, dicampur dengan cabai awit hijau,” jelasnya.

Hal itu merupakan cara-cara yang dilakukan pedagang dalam rangka untuk mengendalikan agar harga cabai rawit tetap terkendali.

Menurutnya faktor utama harga cabai rawit merah tinggi karena kurangnya pasokan. Lantaran para petani berhenti memproduksi sebab 4 bulan lalu harga cabai rawit merah sempat jatuh harganya.

“Biasanya begitu ritme petani, kalau jatuh harganya mereka tidak mau tanam lagi. Di sinilah letak bukti bahwa Kementerian tidak aktif dalam melakukan upaya mendorong agar produksi tetap aman,” pungkasnya.    


Harga Cabai Naik 100 Persen di Libur Natal

Pedagang menunjukan cabai merah kerinting, Jakarta, Senin (10/10). Harga cabai merah keriting kini dijual Rp50-60 ribu/kg, harga ini naik dari sebelumnya sekitar Rp30 ribu-40 ribu/kg, cabai rawit merah dijual Rp20-30 ribu/kg. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mencatat terjadinya lonjakan harga sejumlah komoditas pangan pada periode Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 (Nataru) 2020, salah satunya cabai. Lonjakan ini khususnya terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek.

Ketua Umum Ikappi, Abdullah Mansuri, mengatakan kenaikan harga tertinggi ada di komoditas cabai. Terutama cabai merah besar jenis TW yang naik hingga lebih dari 100 persen.

"Kenaikan harga sejumlah komoditas terjadi di Jabodetabek. Semua jenis cabai itu naik semua, baik rawit ataupun besar. Terutama cabai merah besar jenis TW itu dua minggu kemarin masih Rp3.000 per kilogram (kg), tapi sekarang sudah Rp 70.000 lebih per kg," ujar dia saat dihubungi Merdeka.com, dikutip Sabtu (26/12).

Mansuri menambahkan, kenaikan harga juga terjadi di komoditas bawang-bawangan. Di mana bawang merah maupun bawang putih sama-sama naik Rp3.000 per kg.

"Kalau bawang putih itu dari Rp28.000 per kg kini jadi Rp31.000. Sedangkan bawang merah itu kini dijual Rp33.000 per kg dari sebelumnya cuma Rp 30.000 per kg," terangnya.

Selain itu, lonjakan harga juga terjadi pada komoditas daging ayam yang sekarang dibanderol Rp40.000 per kg. "Padahal, sebelum Natal kemarin harga masih antara Rp33.000-Rp35.00 per kilogram," tuturnya.

Serupa, telur ayam negeri juga kini mulai merangkak naik di Jabodetabek. Dimana, harga telur kini dibanderol Rp30.000 per kg dari sebelumnya Rp27.000 per kg.

Dia menyebut, kenaikan harga ini tak semata diakibatkan oleh akibat penurunan faktor produksi. Melainkan juga ketidaksiapan pemerintah terkait pemetaan wilayah produksi sejumlah komoditas utama.

"Faktornya gambaran karena produksi yang menurun. Ditambah juga persoalan pemetaan daerah produksi yang belum baik," tegasnya.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk segera memperbaiki pemetaan sentra produksi sejumlah komoditas, sehingga membantu Kementerian Perdagangan untuk dapat melakukan pengawasan harga di lapangan.

"Harapannya sebenarnya di Kementerian Pertanian lebih memperbaiki pemetaan wilayah, karena kan belum merata ini serapannya. Sehingga harga bisa lebih diawasi oleh Kementerian Perdagangan," ujar dia mengakhiri.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya