Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan penyakit kusta tidak disebabkan oleh kutukan, guna-guna, atau akibat dosa yang telah dilakukan seseorang.
Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes mengatakan bahwa penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae.
Advertisement
"Gejala awalnya adalah bercak pada kulit yang mati rasa," kata Siti dalam temu media virtual terkait Hari Kusta Sedunia tahun 2021 pada Jumat (29/1/2021).
"Kadang-kadang kita tidak bisa mengetahui bahwa kita menderita kusta sebelumnya. Karena sifatnya hanya seperti bercak yang kadang-kadang diartikan seperti penyakit kulit biasa seperti panu," ujarnya.
Kondisi ini membuat seringkali masyarakat tak sadar dan tidak terganggu dari kelainan tersebut.
"Jadi kalau ada bercak, kemudian dirasakan pada bercak tersebut tidak ada rasanya, kalau ditusuk dengan jarum tidak ada rasanya, itu tanda-tanda awal dari kusta," kata Siti.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Dapat Diobati Jika Ditangani dengan Cepat
Siti mengatakan, kusta menyerang kulit, saraf tepi, dan organ tubuh lainnya. Jika terlambat diobati maka penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan.
"Karena kecacatannya ini yang jelas terlihat sehingga menimbulkan gangguan kehidupan sosial bagi penderita kusta maupun perlakuan diskriminasi dari masyarakat sekitarnya," kata Siti.
Siti mengatakan, penyakit yang menular lewat percikan droplet ini sesungguhnya bisa diobati. Selain itu dalam pemaparannya, disebutkan 95 persen manusia kebal terhadap kusta, sementara dari 5 persen terinfeksi, 3 orang dapat sembuh sendiri dan 2 orang akan jatuh sakit.
Siti menjelaskan bahwa obat untuk kusta berupa multi drugs therapy dan terbagi menjadi dua yaitu tipe kering dan tipe basah. Selain itu, obat ini diberikan secara gratis.
Di tahun 2020, total terdapat 16.704 kasus kusta yang dilaporkan terjadi di Indonesia. Siti mengatakan bahwa di 2020, dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi melaporkan 9.061 kasus kusta baru.
Advertisement