Jelang Akhir Pekan, Saham Bank Rontok Termasuk BRIS

Saham PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS) terpantau anteng pada level 2.440, atau merosot 6,87 persen.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 29 Jan 2021, 18:10 WIB
Ilustrasi Bank

Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) terjerembab di zona merah sepanjang perdagangan saham, Jumat (29/1/2021).

Pada perdagangan sesi pertama, saham dibuka pada level 2.700 dan ditutup minus 6,49 persen pada level 2.450. Sampai dengan perdagangan sesi II, saham BRIS terpantau anteng pada level 2.440, atau merosot 6,87 persen. Adapun rentang pergerakan saham BRIS berada pada 2.440 hingga 2.850.

Sebelumnya, selama periode 25-28 Januari 2021, saham BRIS turun 19,14 persen ke posisi 2.620 per saham. Saham BRIS sempat berada di level tertinggi 3.320 dan terendah 2.620 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 249.110 kali dengan nilai Rp 3,3 triliun.

Secara kuartalan, saham BRIS sempat mencatatkan kenaikan tertingginya mencapai 200 persen pada 1 Oktober-30 Desember 2020. Kala itu, saham BRIS sempat berada di level tertinggi Rp 2.490 dan terendah Rp 755 per saham. Nilai transaksinya mencapai Rp 21,6 triliun dengan otal frekuensi perdagangan 1.789.573 kali.

Saham BRIS cenderung melemah pada pekan ini di tengah ada kabar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan izin pembentukan bank syariah Indonesia pada Rabu, 27 Januari 2021.

Bank ini merupakan penggabungan dari PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank BRIsyariah.

Izin tersebut diberikan melalui surat dengan Nomor : SR-3/PB.1/2021 perihal Pemberian Izin Penggabungan PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah ke dalam PT Bank BRIsyariah Tbk, serta Izin Perubahan Nama dengan Menggunakan Izin Usaha PT Bank BRIsyariah Tbk Menjadi Izin Usaha atas nama PT Bank Syariah Indonesia Tbk sebagai Bank Hasil Penggabungan.

Kemudian, Bank Syariah Indonesia akan mengurus di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Selain itu juga perubahan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Selanjutnya Bank Syariah Indonesia akan melakukan pengurusan perubahan anggaran dasar di Kemenkumham dan perubahan/pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia," tulis Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo, dalam keterangan tertulis pada Rabu, 27 Januari 2021.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Legal Merger pada 1 Februari 2021

Ilustrasi Bank

Izin dari OJK ini sesuai dengan pernyataan Direktur Utama Bank Syariah Indonesia (BSI), Hery Gunardy, pada pekan lalu. Ia mengatakan, perusahaan gabungan tersebut akan mengantongi restu dari regulator pada Januari 2021.

Setelah itu, bank tersebut baru akan melakukan legal merger pada 1 Februari untuk resmi berdiri.

"1 Februari ini akan terjadi legal merger, dan di sini momen Indonesia punya bank syariah terbesar. BSI sendiri belum berdiri, karena formalnya setelah legal merger," kata Hery dalam Webinar Masyarakat Ekonomi Syariah 7th Indonesia Islamic Economic Forum (IIEF) pada Jumat, 22 Januari 2021.


Saham Bank Melemah

Pekerja tengah melintas di layar pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/11/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada zona merah pada perdagangan saham awal pekan ini IHSG ditutup melemah 5,72 poin atau 0,09 persen ke posisi 6.122,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tak hanya saham BRIS yang melemah. Menjelang akhir pekan ini, saham-saham bank cenderung tertekan.  Saham PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS) turun 6,97 persen ke posisi Rp 374 per saham, saham PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO) turun 6,94 persen ke posisi Rp 805 per saham, saham PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI) merosot 6,9 persen ke posisi Rp 675 per saham.

Lalu saham PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) susut 6,88 persen ke posisi Rp 460 per saham, saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) turun 6,75 persen ke posisi Rp 2.350 per saham, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) tergelincir 6,74 persen ke posisi Rp 6.575 per saham, dan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 6,49 persen ke posisi Rp 4.180 per saham, saham PT BPD Banten Tbk (BEKS) turun 6,33 persen ke posisi Rp 74 per saham.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya