Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin, mengatakan tahun 2021 masih berpeluang terjadinya kelangkaan pupuk yang cukup besar. Lantaran kemampuan APBN 2021 hanya mampu memenuhi sekitar 9 juta ton ditambah 1,5 juta liter pupuk organik cair.
“Peluang terjadinya kelangkaan pupuk pada 2021 kembali masih cukup besar, karena, perbedaan kebutuhan dengan kemampuan keuangan negara,” kata Bustanul Arifin kepada Liputan6.com, Minggu (31/1/2021).
Advertisement
Bustanul menjelaskan, memang pada 30 Desember 2020 Pemerintah telah mengeluarkan Permentan No 45/ 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021.
Tapi menurutnya, Peraturan baru itu melengkapi keputusan anggaran subsidi pupuk tahun 2021 sebesar Rp 25,3 triliun, cukup memadai untuk alokasi pupuk bersubsidi 8,2 juta ton.
Namun kata Bustanul beberapa masalah di lapangan perlu dipantau dan dikendalikan, karena dimensi kompleksitas dari elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) dan Kartu Tani cukup tinggi.
“Misalnya usulan e-RDKK dari seluruh daerah pada 2021, kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2021 mencapai 23,4 juta ton, jauh lebih besar daripada kemampuan subsidi APBN 2021,” ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan analisis skenario alokasi subsidi pupuk dengan kenaikan HET pada Permentan No 45 tahun 2020 menghasilkan volume pupuk bersubsidi naik sampai 9 juta ton jika industri pupuk tetap harus membayar harga gas seperti selama ini.
“Namun demikian, analisis skenario itu menghasilkan volume pupuk bersubsidi naik menjadi 13,6 juta ton jika harga gas turun mengikuti harga gas tingkat internasional,” pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Pupuk Subsidi Kurang, Pemerintah Harus Lakukan Ini
Pemerintah telah mengalokasikan pupuk subsidi pada tahun ini sebesar 9 juta ton. Alokasi ini sedikit mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2020 yang saat itu 8,9 juta ton.
Meski demikian, sejumlah kalangan memprediksi kelangkaan pupuk masih akan terjadi di 2021. Hal ini lantaran, sebanarnya kebutuhan petani akan pupuk subsidi ini mencapai 23 juta ton.
Demi mencegah terjadinya kekurangan pupuk, apa yang dilakukan pemerintah? Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin mengusulkan ada 5 upaya yang harus menjadi terobosan pemerintah.
"Pertama, penyempurnaan dan verifikasi data petani pada Sistem e-RDKK, setidaknya dengan cara integrasi dengan NIK, yang dikelola Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil, Kemendagri. Pada tingkat lebih lanjut, integrasi ini dapat dilakukan dengan data luas pengiasaan lahan pada Sistem Penyuluhan Pertanian, yang dikelola Badan Penyuluhan dan SDM, Kementan," ungkapnya kepada wartawan, Rabu (27/1/2021).
Kedua, menurut Bustanul, perumusan mekanisme khusus untuk bank negara, yang terhimpun dalam Himbara sebagai penerbit Kartu Tani. Langkah ini diperlukan agar mampu menjadikan kartu ini sebagai produk perbankan, yang dapat menghasilkan penerimaan. Baginya, mekanisme “saling mengandalkan” dalam hal pendataan dan pemberian Kartu Tani tidak akan mampu memecahkan masalah subsidi pupuk.
Ketiga, lanjutnya, peningkatan kapasitas penyuluh pertanian sebagai man on the spot untuk mendukung e-RDKK dan pendampingan Kartu Tani. Pembekalan khusus ini, perlu menjadi bagian integral dari kebijakan penajaman subsidi pupuk.
"Hal yang perlu diingat ialah para penyuluh pertanian lapangan (PPL) memiliki tugas pokok mengubah perilaku petani agar mampu menolong dirinya sendiri, untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraannya," paparnya.
Keempat, pendampingan petani. Pendampingan ini perlu untuk mengurangi ketergantungan pupuk kimia, melakukan pemupukan sesuai anjuran Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), mendorong pupuk organik dan pupuk hayati untuk menyehatkan tanah dan lain sebagainya.
"Kelima, pengembangan pupuk organik dan hayati, mengembangkan usaha berbasis jasa, adaptasi data science, teknologi informasi dan komunikasi (ICT), dan lain sebagainya," pungkas Bustanul.
Advertisement