Harga Bahan Pangan Naik, Pemerintah Diminta Operasi Pasar

Pemerintah diminta segera melakukan operasi pasar untuk mencegah terjadinya inflasi yang berkelanjutan.

oleh Tira Santia diperbarui 31 Jan 2021, 19:00 WIB
Pedagang merapikan barang dagangannya di Tebet, Jakarta, Senin (3/10). Secara umum, bahan makanan deflasi tapi ada kenaikan cabai merah sehingga peranannya mengalami inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, meminta agar Pemerintah segera melakukan operasi pasar untuk mencegah terjadinya inflasi yang berkelanjutan.

“Untuk mengantisipasi pangan ini Pemerintah harus cepat melakukan operasi pasar, karena kalau harga pangan itu sensitif terhadap inflasi. Kalau inflasi terlalu tinggi kasian orang-orang dibawah akan mengurangi kebutuhannya,” kata Tauhid saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (31/1/2021).

Tauhid juga menilai, ketahanan pangan Indonesia akan terus mengalami gangguan. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor cuaca dan pencadangan pangan domestik yang kurang.

“Menurut saya sedikit terganggu, faktor utamanya adalah cuaca. Seharusnya Pemerintah bisa mengantisipasi akan terjadi masalah di daerah produsen,” ujarnya.

Sebab perubahan cuaca mempengaruhi produksi dan distribusi pangan kepada masyarakat sehingga menyebabkan komoditas seperti daging sapi, kedelai, cabai rawit merah menjadi mahal. Selain itu, faktor lainnya terkait pencadangan pangan domestik yang kurang.

“Memang Pemerintah harus bisa mengantisipasi perubahan pencadangan pangan domestik dengan melihat suplai dari global yang semakin tidak pasti,” kata Tauhid.

Demikian Tauhid menegaskan, dari sisi ketahanan pangan akan mengalami gangguan-gangguan namun tidak terlalu banyak. Asal Pemerintah bisa mengantisipasi ketepatan waktu kapan harus impor.

“Kalau lambat maka harga akan naik. Impor memang pilihan terakhir jika produksi terganggu, tapi jangan sampai terlambat. Sehingga petani tidak dapat untung dan pembeli terimbas harga yang mahal,” pungkasnya.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tembus Rp 100 Ribu per Kg, Harga Cabai Rawit Merah Diprediksi Normal Februari 2021

Pedagang menata dagangannya di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (5/5/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada April 2020 sebesar 0,08% yang disebabkan permintaan barang dan jasa turun drastis akibat pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) memprediksi harga cabai rawit merah akan kembali normal pada Februari 2021, lantaran akan terjadi panen raya di akhir Januari ini.

“Saya punya keyakinan Februari baru pada posisi normal, karena panen raya juga akan terjadi akhir bulan ini kan kalau nggak salah,” kata Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri kepada Liputan6.com, Jumat (29/1/2021).

Abdullah mengatakan harga cabai rawit merah di awal tahun 2021 berada di kisaran Rp 85.000-Rp 90.000 per kilogram. Bahkan beberapa pedagang ada yang menjual di angka Rp 100 ribu per kilogram.

Kenaikan harga tersebut disebabkan beberapa faktor, diantaranya pasokan dari petani minim. Sebab para petani tidak memproduksi atau tidak menanam cabai rawit merah. Ini kasusnya terjadi pada saat periode panen raya kemarin, lantaran tidak terserap dengan baik dan harganya drop.

“Sehingga petani tidak produksi lagi. Efek apa? ya banyak faktor salah satunya yaitu musim hujan terus, takut gagal panen, daya beli masyarakat menurun,” ujarnya.

Selain faktor cuaca dan petani, harga cabai rawit merah mahal juga disebabkan karena daya beli masyarakat menurun dan permintaan rendah.

“Walaupun produksinya kecil tapi permintaan rendah dan harganya tinggi tu sebenarnya yang harus di antisipasi,” ujarnya.

Oleh karena itu, untuk mengakali agar harga cabai rawit merah tidak terlalu mahal maka sebagian pedagang ada yang menjual secara dioplos atau dicampur dengan cabai rawit hijau.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya