Liputan6.com, Jakarta PDIP ikut merayakan Hari Lahir Nahdlatul Ulama (NU) ke-95. Yang Menarik, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto tampil menggenakan sarung.
Dia pun menegaskan, ini adalah bagian tradisi nusantara dan sekaligus ciri khas NU.
Advertisement
Hal tersebut disampaikannya dalam dialog dengan ulama kondang Gus Miftah di perayaan Harlah NU ke-95 yang diadakan PDIP.
Menurut Hasto, kebanggaan atas tradisi Nusantara ternyata memang ditumbuhkan di PDIP, khususnya oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Megawati mendapat ilmu itu dari ayahnya yang juga Proklamator RI, Bung Karno. Saat menjabat presiden, Bung Karno kerap menerima tamu yang datang hanya dengan sarung dan sandal. Ternyata mereka adalah para kiai NU.
"Ketika saya masuk ke PDI Perjuangan, betul-betul diajarkan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri dalam setiap kaderisasi, agar kita punya kesadaran ideologis, kesadaran terhadap sejarah," kata Hasto Minggu (31/1/2021).
Karena itu, PDIP dan NU sudah bagaikan saudara. Dan ini yang selalu disampaikan Megawati kepada kadernya.
"Republik ini dibangun dengan susah payah oleh mereka yang berkeringat termasuk NU dan PDI Perjuangan, kita sama-sama, satu saudara. itu yang diajarkan Ibu Megawati kepada seluruh kader partai, itu yang menghayati kami, sehingga kita bertemu dengan NU enggak perlu adaptasi, karena kita satu saudara," jelas Hasto.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Nilai NU Tak Pernah Hilang
Sementara, Dua kader NU yang kini menjadi anggota DPR dari Fraksi PDIP Nasyirul Falah Amru alias Gus Falah dan Abidin Fikri mengaku tidak kehilangan identitasnya sebagai warga Nahdliyin.
Gus Falah mengatakan, dirinya adalah putra dari Amru Al Mu'tashim, mantan anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan PKB. Saat memutuskan masuk ke PDIP, dia mencoba meyakinkan ayahnya yang kaget hingga meneteskan air mata.
"Namanya berjuang, NU ini ada di mana-mana. Jangan terkotak-kotakan partai dan itu bagus," tutur Gus Falah.
Hasilnya, lanjut Gus Falah, sejak mulai beraktivitas di PDIP pada 2004 dirinya malah justru mampu melaksanakan nilai-nilai Ahlus-Sunnah wal Jama'ah.
"Karena melihat perjuangan NU, itu kan untuk membesarkan orang yang lemah. Di PDI Perjuangan, visinya menaikkan harkat wong cilik, ya alhamdullilah memilih PDI Perjuangan," kata Gus Falah.
Abidin Fikri menambahkan, sejak kecil dirinya kental dibesarkan dengan tradisi NU. Meski beraktivitas di PDIP sejak 2001, dia merasa identitas NU sama sekali tidak luntur.
"Tradisi-tradisi NU itu masih. Karena memang tak bisa dipisahkan. Dan di sini saya menemukan bahwa bicara Kaum Nahdliyin ya bicara kaum Marhaen. Keduanya berdekatan. Saya bangga sebagai seorang nasionalis dan seorang Nadliyin," kata Abidin.
Advertisement