Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan seluruh kebijakan yang dibuat dilakukan secara terbuka dan sudah didiskusikan kepada pelaku usaha. Termasuk kebijakan terbaru mengenai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2021 tentang pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Serta Pajak Penghasilan (PPh) atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan Dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer.
"Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Direktorat Jenderal Pajak tentunya tidak asal menerapkan. Kita sebelum disampaikan atau dikeluarkan sudah dilakukan diskusi focus group discussion (FGD) dengan industri," kata Kepala Subdit Humas Direktorat Jenderal Pajak, Ani Natalia, dalam diskusi seperti ditulis Senin (1/1).
Advertisement
Dia menyadari sebagai pembuat kebijakan, Direktorat Jenderal Pajak tidak mengetahui semua jenis industri dan proses bisnisnya. Maka dari itu, pihaknya sebelum menerbitkan selalu mendengar terlebih dahulu masukan-masukan yang ada di lapangan dari pelaku usaha
"Termasuk untuk penyederhanaan pengenaan PPN dan PPh untuk pulsa token dan voucher ini. Bahwa itu sebenarnya adalah mungkin dalam pelaksanaan kesehariannya tadinya para ritel atau pengecer pulsa ini banyak yang tidak tahu cara main jadi akhirnya kami sederhanakan," jelas dia.
Dia menambahkan, lahirnya PMK Nomor 6 Tanun 2021 ini berangkat dari pelaku industri itu sendiri. Karena mereka dalam pelaksanaanya masih tidak mengetahui.
"Karena mereka susah membuatnya kami berikan kesederhanaan dan kami di Direktorat Jenderal Pajak tentunya ingin mencari yang terbaik buat semua. Ini yang perlu dipahami," jelas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Berlaku Hari Ini
Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menerbitkan peraturan penyederhanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas penyerahan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer. Peraturan tersebut mulai berlaku pada 1 Februari 2021, hari ini.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 6/PMK.03/2021 tentang Perhitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan atau Penghasilan sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucher.
Beleid tersebut menyebutkan, penjualan pulsa, kartu perdana, token dan voucher akan dikenakan pajak.
"Untuk menyederhanakan administrasi dan mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan pulsa oleh penyelenggara distribusi pulsa, perlu mengatur ketentuan mengenai penghitungan dan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas penyerahan atau penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer," demikian dikutip Liputan6.com dari PMK Nomor 6/2021, Jumat (29/1/2021).
Pasal 2 beleid tersebut menjelaskan, penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dan Penyelenggara Distribusi dikenai PPN. Barang Kena Pajak sebagaimana ialah berupa pulsa dan kartu perdana yang dapat berbentuk Voucer fisik atau elektronik.
Kemudian, penyerahan Barang Kena Pajak oleh Penyedia Tenaga Listrik dikenai PPN. Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud ialah berupa Token.
Selain itu, PMK ini juga mengatur pengenaan PPN atas Jasa Kena Pajak berupa:
a. jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Token oleh Penyelenggara Distribusi;
b. jasa pemasaran dengan media Voucer oleh Penyelenggara Voucer;
c. jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Voucer oleh Penyelenggara Voucer dan Penyelenggara Distribusi; atau
d. jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumer loyalty/reward program) oleh Penyelenggara Voucer.
"Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2021," demikian dikutip dari Pasal 21. Adapun, beleid ini diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada tanggal 22 Januari 2021.
Advertisement
Penjelasan DJP: Pungutan Pajak Penjualan Pulsa dan Token Listrik Sudah dari Dulu
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan peraturan penyederhanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas penyerahan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, pengenaan PPN dan PPh atas penyerahan pulsa atau kartu perdana atau token listrik atau voucer sudah berlaku selama ini, sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru.
"Pulsa dan kartu perdana, pemunguta PPN hanya sampai distributor tingkat II (server), sehingga untuk rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi. Distributor pulsa juga dapat menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak perlu membuat lagi faktur Pajak secara elektronik (eFaktur)," ujarnya, Jumat (29/1/2021).
Kemudian, untuk token listrik, PPN dikenakan hanya atas jasa penjualan atau pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual token, dan bukan atas nilai token listriknya.
Lalu Voucer, PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucer berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual voucher, bukan atas nilai voucer itu sendiri. Hal ini dikarenakan voucer diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN.
Di sisi lain, pemungutan PPh Pasal 22 untuk pembelian pulsa atau kartu perdana oleh distributor, dan PPh Pasal 23 untuk jasa pemasaran atau penjualan token listrik dan voucer, merupakan pajak yang dipotong dimuka dan tidak bersifat final. Atas pajak yang telah dipotong tersebut nantinya dapat dikreditkan oleh distributor pulsa atau agen penjualan token listrik dan voucher dalam SPT Tahunannya.
"Dengan demikian dapat dipastikan bahwa ketentuan ini tidak mempengaruhi harga pulsa atau kartu perdana, token listrik, atau voucer," jelas Hestu.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com