BPS Peringatkan Pemerintah Terkait Kenaikan Harga Beras dan Cabai Rawit

BPS mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai kenaikan harga beras mengingat terjadi banjir di sejumlah daerah di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Feb 2021, 15:33 WIB
BPS tengah menyiapkan metode penelitian yang baru, terkait data pangan BPS yang selama ini dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengingatkan pemerintah mewaspadai kenaikan harga beras mengingat terjadi banjir di sejumlah daerah di Indonesia. Apabila banjir dapat diantisipasi dengan baik, maka harga beras dapat terjaga.

"Yang perlu diwaspadai, komoditas paling penting adalah beras. Selama 2 tahun terakhir stabil pergerakannya dan tidak memberikan pengaruh inflasi dan akan tetap stabil," Suhariyanto, Jakarta, Senin (1/2/2021).

"Dan pengamatan di lapangan pada Desember, Januari hingga Maret akan bagus. Yang perlu diwaspadai adalah banjir di beberapa daerah, sehingga potensi akan tetap terjaga," katanya.

Suhariyanto juga meminta pemerintah mewaspadai kenaikan harga cabai rawit dan ikan segar. Sebab, dalam beberapa waktu terakhir masih terjadi curah hujan yang tinggi di seluruh Indonesia.

"Kalau kita lihat harga cabai rawit dan ikan segar karena intensitas curah hujan yang tinggi. Ada badai Lalina dan mengambat di sentra produksi. Betul kenaikan harga cabai dan ikan lebih dipengaruhi oleh sisi supply dan berharap sifatnya sementara," jelasnya.

Suhariyanto menambahkan, komoditas lain yang harus diamati oleh pemerintah adalah kenaikan harga [kedelai](https://www.liputan6.com/tag/kedelai "") impor. Karena harga kedelai impor memicu kenaikan tahu dan tempe di dalam negeri.

"Tempe dan tahu, karena ada kenaikan harga impor bahan baku kedelai. Kita lihat harga kedelai di pasar internasional mengalami kenaikan harga. Dan bahan baku tempe dan tahu mengalami kenaikan di Januari. Permintaan tempe dan tahu masih tinggi, lebih dipicu harga kedelai," katanya.

 

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Beras Impor asal Vietnam Dijual Rp 9.000 per Kg di Pasaran, Ini Penjelasan Kementan

Ilustrasi – Beras Bansos Covid-19. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Wakil Ketua Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi, mempertanyakan keberadaan beras impor yang baru-baru ini masuk ke pasar tradisional di Indonesia.

Beras asal Vietnam ini bahkan dijual dengan harga Rp 9.000 per kilogram. Jauh lebih murah dari harga beras yang diproduksi petani Tanah Air yang dijual rata-rata Rp 12.000 per kilogram

"Di pasar hari ini ada beras impor dari Vietnam, yang impornya Sarinah, harganya Rp 9.000, impornya dari Vietnam. Balai karantina tahu enggak kalau ini masuk sekarang?" ungkap Dedi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Kementerian Pertanian, Kemenko Perekonomian, PT Pupuk Indonesia dan Himbara, di Ruang Sidang Komisi IV, Komplek DPR, Jakarta, Senin (17/1/2021).

Kepada Kementerian Pertanian, Dedi meminta kejelasan terkait beras impor tersebut. Sebab saat ini petani sedang proses masa tanam. Sehingga bila impor tersebut dibiarkan, maka harga beras saat panen akan jatuh dan menyebabkan kerugian besar bagi petani.

"Kalau ini dibiarkan, nanti harga beras kita jatuh, apalagi pupuk sekarang harganya tinggi, bisa mati nanti petani kita ini," kata Dedi tegas.

Dedi meminta Kementerian Pertanian untuk tidak mengizinkan impor beras. Sebagai wakil dari pemerintah, dia ingin Kementerian Pertanian untuk lebih berpihak kepada petani.

"Saya minta Kementan berpihak kepada petani dan punya sikap. Jangan sekedar tidak tahu atau (mengaku) tidak diajak koordinasi," kata Dedi.

Dirjen Tanaman pangan, Kementerian Pertanian, Suwandi mengakui memang ada laporan dari masyarakat terkait impor beras tersebut. Tim Kementerian Pertanian pun sudah melakukan peninjauan ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).

"Memang benar ditemukan beras yasmin masuk ke Cipinang. Tim Kementan terjun langsung ke lokasi beras Cipinang sebagaimana ada laporan masyarakat," kata Suwandi.

Suwandi mengatakan pihaknya tidak menerbitkan rekomendasi impor beras. Sehingga dia memastikan impor beras tersebut bukan dilakukan Kementerian Pertanian.

"Kami sampaikan bahwa Kementan tidak terbitkan rekomendasi impor beras, jadi impor beras yang ini adalah bukan dari kementan," kata dia.

Suwandi mengatakan kondisi ini bisa saja terjadi bila impor beras tersebut dilakukan untuk penggunaan khusus. Biasanya beras khusus tersebut juga dipasarkan secara khusus dan tidak akan dijual di pasar tradisional.

"Kalau biasanya beras khusus itu penggunaan dan sasarannya khusus, tidak masuk ke pasar tradisional," kata dia.

Temuan tersebut juga telah diproses Bareskrim Polri untuk ditindaklanjuti. Sampel beras impor tersebut saat ini juga sudah diambil untuk dilakukan pengecekan.

"Sudah diproses Bareskrim kemarin itu juga. Sampel produknya sudah diambil dan lagi proses hukum itu yang dapat kami sampaikan," kata Suwandi mengakhiri.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya