Liputan6.com, Jakarta - Biro Investigasi Jurnalistik mengungkapkan Facebook masih menghasilkan uang dari halaman atau akun yang berisi soal anti-vaksin covid-19. Padahal Facebook telah mendeklarasikan takkan melakukan monetisasi pada akun-akun tersebut sejak November lalu.
Dalam temuannya, Biro Investigasi Jurnalistik yang bermarkas di London mengungkapkan ada 430 laman yang diikuti oleh 45 juta akun masih bisa menyebarkan informasi palsu atau hoaks soal covid-19 dan vaksinnya. Bahkan akun-akun tersebut membuat toko online dan menerapkan sistem pembayaran bagi pengguna yang ingin memfollow.
Advertisement
Facebook memang secara tak langsung mengambil untung dari akun tersebut. Namun mereka mendapat untung dari interaksi pengguna dengan akun-akun tersebut dan tetap menampilkan iklan di akun yang bermasalah.
Biro Investigasi Jurnalistik menyebut ada 260 laman yang menyebarkan hoaks soal vaksin. Ironisnya ada 20 laman penyebar hoaks tersebut yang mendapat centang biru atau terverifikasi oleh Facebook.
"Saya pikir hal ini sangat alamiah. Salah satu motivasinya adalah urusan finansial," ujar Dr Claire Wardle, Direktur Eksekutif dari First Draft, lembaga nirlaba asal AS yang memerangi hoaks di dunia maya dilansir Guardian.
"Facebook harus buka mata terkait masalah ini. Memang sulit untuk keluar dari lingkaran mendapatkan uang dengan cara seperti itu, seperti kecanduan dan ini nilainya dolar."
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tanggapan Facebook
Mendapat laporan seperti itu, Facebook pun angkat bicara. Mereka langsung bergerak cepat untuk menghapus akun yang dilaporkan.
"Kami telah menghapus akun-akun itu karena melanggar kebijakan. Namun sebagian besar akun yang dilaporkan tidak melanggar kebijakan kami soal hoaks. Kami membantah keakuratan seluruh data yang diberikan."
Advertisement