Sri Mulyani Ungkap Alasan Lembaga Pengelola Investasi Masuk di UU Cipta Kerja

Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan salah satu alasan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) bisa masuk di dalam Undang-Undang Cipta Kerja

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Feb 2021, 17:20 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (4/11/2019). Ini merupakan rapat perdana Menkeu dengan Komisi XI DPR RI. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan salah satu alasan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) bisa masuk di dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Sebab, secara ekosistem UU Cipta Kerja sejalan dengan bagaimaa menciptakan kemudahan dalam berusaha di Indonesia, termasuk mendatangkan investasi.

"Nah kenapa itulah LPI munculnya di UU Cipta Kerja, karena UU Ciptaker secara ekosistem adalah memperbaiki iklim dan cara untuk berbisnis sehingga orang bisa membedakan antara equity financing dan loan financing," jelas dia dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (1/2/2021).

Dia menambahkan, kehadiran LPI ini bisa menjadi alternatif lain dalam pembiayaan atau investasi bagi para investor. "Sehingga semakin kita memiliki alternatif," kata dia.

Meski begitu, Bendahara Negara ini menyadari kehadiran LPI menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa besar. Karena LPI ini disebut reformasi struktural yang sangat fundamental dan tidak mudah.

"Jadi BKPM punya banyak PR untuk memperbaiki iklim investasi dan mengawal investasi ini. Dan ini nanti akan menjadi complementary terhadap LPI-nya di mana orang mau bawa uang dan mau masuk ke Indonesia dan dia akan bersama-sama investasi," beber Sri Mulyani.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sri Mulyani Patok Pajak Deviden 7,5 Persen untuk Mitra Investasi LPI

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Keuangan mengatur tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas dividen yang diterima mitra investasi subjek pajak luar negeri (SPLN) sebesar 7,5 persen. Ketentuan tersebut masuk di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) soal perlakuan perpajakan Lembaga Pengelola Investasi (LPI)

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tarif pajak tersebut lebih kecil dibandingkan dengan ketentuan yang berlaku saat ini. Terlebih ini akan menjadi insentif agar investor asing tertarik menanamkan modalnya melalui LPI.

"Tujuannya memang memberikan insentif sehingga para investor ini tertarik untuk menjadi mitranya LPI," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (1/2)

Bendahara Negara itu menjelaskan, selama ini dividen atas investasi SPLN dikenakan tarif 20 persen, atau sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Dari 71 perjanjian P3B yang dimiliki Indonesia dengan yurisdiksi lain untuk mengatur dividen, rata-rata besaran tarifnya adalah 10 persen.

Adapun tarif pajak dividen sebesar 10 persen tersebut berlaku pada investor dari 51 negara. Sedangkan lainnya, ada yang bertarif 12 persen, 12,5 persen, dan 15 persen. Meski demikian, ada 3 negara yang tarif pajak devidennya 5 persen dan 0 persen pada 1 negara.

"Aturan selama ini PPh pasal 26 dengan tarif 20 persen atau entitas subjek pajak LN itu membayar sesuai perjanjian P3B," sebutnya.

Sementara, jika SPLN tersebut memilih kembali menginvestasikan kembali devidennya di Indonesia, RPP mengatur dividen itu bukan objek pajak. Adapun jika tidak diinvestasikan kembali di Indonesia, berarti akan dipotong PPh sebesar 7,5 persen.

"Kalau kemudian mereka dapat deviden, struktur dari RPP ini juga memberikan insentif agar dana dari keuntungan tersebut tidak dibawa keluar namun diinvestasikan kembali ke Indonesia," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya