Liputan6.com, Jakarta - Partizan Belgrade mendapati dilema saat menjalani kampanye Piala Champions 1965/1966. Mereka menghadapi pemberontakan pemain dan situasi tidak mendukung di dalam negeri.
Namun, klub yang berdiri pada 4 Oktober 1945 itu tetap mengeluarkan usaha terbaik.
Advertisement
Meski menurunkan pemain akademi di kompetisi domestik, mereka tetap mengandalkan para bintang saat mengikuti ajang Eropa.
Pemain andalan tim tidak keberatan dengan kebijakan ini. Mereka rela mengambil gencatan sejata karena kans direkrut klub asing semakin besar saat tampil di pentas kontinental.
Usai menyingkirkan Nantes (Prancis) dan Werder Bremen (Jerman), Sparta Prague jadi tantangan Partizanberikutnya.
Saksikan Video Berikut Ini
Mencapai Final
Partizan tumbang 1-4 pada laga pertama di markas lawan. Absennya Radoslav Becejac dan Vladica Kovacevic akibat sanksi disiplin, serta cedera Mane Bajic dan Milutin Soskic membuat tim kehilangan kekuatan.
Namun, kembalinya para pemain andalan di laga kedua membantu Partizan meraih kemenangan 5-0 untuk melaju ke semifinal.
Sayang momen bahagia ini tidak bertahan lama. Manajemen memangkas bonus karena banyaknya anggota skuat yang bertindak indisipliner. Pemain pun hanya menerima jumlah kecil dari hadiah yang semula dijanjikan.
Keputusan tersebut berpotensi memengaruhi semangat tim. Namun Partizan tetap bersemangat untuk menyingkirkan Manchester United dengan keunggulan agregat 2-1. Mereka pun menjadi klub Eropa Timur pertama yang masuk final Piala Champions.
Pada titik ini manajemen kembali mengambil kebijakan kontroversial. Mereka menolak memberi bonus apapun kepada pemain.
Meski begitu, motivasi pemain tetap tinggi karena mempertaruhkan harga diri. Terlebih mereka menghadapi lawan sekaliber Real Madrid. Semangat tersebut membantu Partizan unggul melalui Velibor Vasovic.
Nyatanya gol tersebut justru membuat Real Madrid terbangun. Mereka dengan cepat membalikkan kedudukan lewat Amancio Varela dan Fernando Serena.
Partizan mengakhiri musim dengan menjadi finalis kompetisi terbaik di Eropa dan menduduki peringkat 11 liga domestik.
Advertisement
Pemain dan Staf Hengkang
Darah tumpah menyusul berakhirnya kampanye tersebut. Seluruh staf pelatih meninggalkan posisi dan bekerja di luar negeri.
Soskic (Koln), Jovan Miladinovic (Nuremberg), dan Fahrudin Jusufi (Eintracht Frankfurt) hengkang ke Jerman. Kovacevic pergi ke Prancis untuk membela Nantes dan Milan Galic berpetualang ke Belgia demi memperkuat Standard Liege.
Beberapa pemain juga diizinkan keluar ke Barat meski mereka belum mencapai usia hukum 28 tahun. Namun Vasovic tidak masuk kelompok itu. Klub menilainya terlalu penting bagi tim.
Perlakuan berbeda ini jelas membuat sang pemain marah. Dia sampai mengancam akan pensiun demi menimba ilmu. Dia akhirnya bisa pindah ke Ajax Amsterdam di Belanda pada Desember 1966.
Skuat Bubar
Dalam tiga tahun, sembilan starter Partizan pada final Piala Champions melawan Real Madrid sudah berkarier di luar negeri. Sementara dua nama lain, Josip Pirmajer dan Radoslav Becejac, pergi ke klub Yugoslavia lain.
Kondisi ini memaksa pemerintah turun tangan. Mereka mulai menerapkan sistem profesional mulai 1966/1967. Klub kini mengontrak pemain dan bisa mendapat dana dengan menjual mereka.
Sayang semua itu terlambat bagi Partizan. Mereka mengalami periode kering terlama sepanjang sejarah klub dan baru meraih trofi kembali satu dekade berselang.
Advertisement