Ternyata Ini Penyebab Harga Obligasi Turun pada Awal 2021

Kinerja reksadana pendapatan tetap menurun 0,53 persen secara year to date (ytd). Di sisi lain, harga obligasi juga turun.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 02 Feb 2021, 21:05 WIB
Suasana di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/11/2015). Pelemahan indeks BEI ini seiring dengan melemahnya laju bursa saham di kawasan Asia serta laporan kinerja emiten triwulan III yang melambat. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Harga obligasi dan reksa dana pendapatan tetap terpantau turun pada Januari 2021. Hal ini dipicu sebagian besar jenis reksa dana yang mengalami penurunan kinerja. 

Tercatat rata-rata kinerja reksa dana saham di Januari 2021 menurun 4,20 persen year to date (ytd). Sementara, kinerja reksa dana campuran menurun 1,79 persen ytd. Sedangkan, kinerja reksa dana pendapatan tetap menurun 0,53 persen ytd. Sementara itu, kinerja reksa dana pasar uang masih berhasil tumbuh 0,30 persen ytd. 

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menilai, turunnya harga obligasi dan reksa dana pendapatan tetap ini lantaran pemerintah menerbitkan obligasi secara front loading.

Sebab, selama Januari 2021, Rudiyanto melihat tidak ada sentimen negatif terkait harga obligasi. Bahkan Bank Indonesia (BI) juga memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga.

'Front loading’ merupakan istilah yang digunakan untuk strategi penerbitan SBN di awal tahun dengan jumlah yang cukup banyak. Dengan demikian, penerbitan utang sampai dengan akhir tahun menjadi lebih sedikit.

"Saya lihat mereka (pemerintah) sukanya melakukan front loading. Artinya kebutuhan selama satu tahun iu diterbitkan di awal, atau sebagian besar di awal. Jadi dengan mengamankan, sejak awal bunganya sudah di-fix-kan. Jadi nggak khawatir di tengah-tengah nanti suku bunganya naik,” ujar Rudiyanto dalam diskusi virtual, Selasa (2/2/2021).

Dengan ada front loading ini, investor bisa mengetahui pemerintah tengah membutuhkan dana. Sehingga negosiasi-pun berjalan. Hasilnya, investor memanfaatkan situasi ini untuk menawar obligasi pada harga yang murah dengan bunga yang tinggi.

"Obligasi jika bunga naik, (maka) harga turun. Jadi karena semua menawar dengan bunga yang tinggi, sehingga terjadi koreksi harga,’ kata Rudiyanto.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini


Tren Sudah Mulai Berhenti

Rudiyanto melihat tren ini sudah mulai berhenti, seiring dengan langkah front loading yang dilakukan pemerintah. Sehingga hanya sisa sebagian kecil obligasi yang mungkin akan kembali diterbitkan.

“Selama sudah diterbitkan semua ya udah habis itu, enggak ada kesempatan lagi untuk nekan dia (pemerintah),” kata dia. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya